Minggu, 09 November 2014

Menulis cerita dengan sisipan pesan moral ^^


Apa kamu ingin menulis cerita anak-anak dengan muatan pesan moral?
Apa kamu galau, karena cerita yang kamu tulis jadi membosankan dan menggurui?


Jangan galau, Menulis cerita anak-anak dengan muatan pesan moral yang kental, tak sesulit yang kamu bayangkan.
Baca saja contoh cerita ini, dan kamu pasti bisa membuat cerita yang tidak menggurui :)
Cerita ini aku ambil dari bukuku, "40 Hadits + Cerita Asyik"

Gosip Korupsi

Tias dan Nora sama-sama bersekolah di SD Sinar Jaya. Rumah mereka pun berdekatan, rumah Tias hanya berjarak lima rumah dari rumah Nora. Yang membedakan mereka adalah, Tias berasal dari keluarga sederhana, sedangkan Nora berasal dari keluarga kaya raya. Rumah Nora besar sekali, pagarnya tinggi, halamannya dipenuhi dengan bunga-bunga yang indah. Nora juga punya beberapa mobil yang selalu siap mengantarnya ke sekolah. Meski demikian, Nora tak pernah mengajak Tias untuk menumpang padanya. Kadang Tias kesal, “Nora sombong sekali,”demikian pikirnya.



Suatu hari di musim hujan, Tias sedang berjalan menuju ke sekolahnya. Tiba-tiba,ceprooottt……air hujan bercampur tanah mengenai dirinya. Tias menoleh, wusss….ternyata mobil Nora yang lewat. Tias sungguh kesal, dalam hati Tias berkata,”Awas kau, suatu saat akan kubalas perbuatanmu ini!”

Sesampainya di sekolah, Tias bercerita tentang kejadian itu pada Leli teman sebangkunya. “Ah, aku sih tak heran. Ia memang anak yang sombong,”kata Leli. “Sudahlah, kan masih banyak teman yang lain. Kita tak usah memikirkan Nora, biarkan saja..”ujar Leli lagi. Tias mengangguk membenarkan ucapan Leli itu.



“Hah? Korupsi?”kata Tias bingung. Ibunya menempelkan jari di bibirnya,”Ssstt….jangan ribut. Masih diduga, belum terbukti,”kata ibu. Siang itu, Tias melihat rumah Nora ramai didatangi beberapa orang berseragam. Kata ibunya, ayah Nora diduga melakukan korupsi. Orang-orang berseragam itu datang menjemput ayah Nora untuk dimintai keterangan lebih lanjut. “Wah, gosip empuk nih,”pikir Tias sambil tersenyum. “Pantas kaya, korupsi sih,”pikirnya lagi. Ibu melotot melihat senyum Tias,”Ingat Tias…jangan bergosip! Semuanya masih dugaan dan belum terbukti. Jaga mulutmu ya,” pesan ibu. Tias mengangguk, namun demikian ia punya rencana lain. Ia akan bercerita pada Leli dan semua teman sekolahnya.



Sore itu, seperti biasa Tias pergi mengaji di mushola dekat rumahnya.  Saat melewati rumah Nora, ia berhenti sebentar,”Alangkah bagusnya rumah ini, sayang dibeli dari hasil korupsi,”pikirnya. Olala, Tias lupa pesan ibunya. Bukankah ibu sudah berpesan bahwa itu semua masih dugaan?

Di mushola, ternyata banyak anak yang sudah membicarakan ayah Nora. Reaksi mereka beragam, ada yang merasa kasihan, ada yang mencibir, dan ada pula yang tak perduli. Ustadz Syafiq yang mendengar obrolan anak-anak menegur,”Astaghfirullaahal’adzim..hentikan pembicaraan kalian. Sungguh, tak baik membicarakan keburukan orang lain. Bisa-bisa menjadi fitnah!”

Anak-anak pun terdiam. Dalam hati, Tias bertanya,”Kenapa fitnah? Bukankah hal itu benar?” Sepertinya Ustadz Syafiq mengetahui isi pikiran Tias,”Jikapun berita itu ternyata benar, sebagai sesama muslim kita tak boleh saling menjelekkan. Kalian tak ingin dimurkai Allah kan?”kata beliau lagi.

Mendengar ucapan Ustadz Syafiq, Tias pun bimbang. Meski ia ingin sekali menyebarkan berita itu untuk membalas rasa sakit hatinya, tapi ia tak ingin menjadi anak yang dimurkai Allah. Ia ingin menjadi anak yang sholeha dan dicintai Allah. ”Ah, sudahlah. Buat apa membalas dendam? Kudoakan saja supaya suatu saat Nora tak sombong lagi,”pikirnya. Hatinya pun terasa ringan.



Beberapa hari kemudian, Tias sedang berjalan ke sekolah ketika tiba-tiba mobil Nora menghampirinya. ”Tias, ayo naik,”kata Nora.  Tias tak sempat menjawab, Nora langsung menarik tangannya masuk ke dalam mobil.

”Tias, aku ingin berterima kasih padamu,”kata Nora. ”Hey, untuk apa? Aku tak melakukan apapun padamu,”jawab Tias bingung. Nora menghela nafas,”Kau pasti telah mendengar cerita tentang ayahku bukan?”tanyanya. Tias mengangguk,”Ya, kudengar ayahmu diduga melakukan korupsi. Tapi itu semua masih dugaan kan? Belum tentu benar,”jawab Tias. ”Betul, justru itulah yang membuatku berterima kasih padamu. Jujur saja, aku takut sekali jika kau menyebarkan berita tentang ayahku itu ke semua teman sekolah kita. Kau bisa bayangkan, betapa malunya aku? Beberapa hari ini aku stress memikirkannya, tapi ternyata tak ada teman sekolah kita yang tahu,”jawab Nora panjang lebar.



Tias tersenyum,”Nora, aku tak mau bergosip. Apalagi terhadap temanku sendiri. Kudoakan semoga masalah ayahmu cepat selesai ya?”katanya. Nora mengangguk,”Maafkan semua ketidak ramahanku selama ini ya. Kau sungguh teman yang baik,”

Pagi itu, Tias dan Nora mengobrol tentang banyak hal. Ternyata Nora tak sesombong yang Tias kira, namun yang terpenting, Tias telah menjadi muslim sejati hari itu. Muslim yang selalu menjaga perkataannya supaya tak menyakiti muslim yang lain.



"Muslim sejati adalah orang yang membuat muslim lainnya selamat dari keburukan" (HR Bukhari)