Minggu, 22 Maret 2015

MIMPI




Beberapa hari yang lalu, saya mendapat pertanyaan dari teman-teman yang mengikuti bincang-bincang di twitter bersama Penerbit BIP.

Pertanyaannya adalah : Apa MIMPI Mbak Dian yang belum tercapai? Apa sih cita-cita Mbak Dian?

Jujur, saya bingung menjawabnya. Saya tidak punya mimpi. Dan juga cita-cita.

Saat kelas 6 SD, guru saya bertanya pada kami murid-muridnya.  Apa cita-citamu?
Seisi kelas riuh menjawab. Bu Guru menyimak satu per satu jawaban kami.
Tiba giliran saya menjawab, "Saya tidak punya cita-cita. Menurut saya, punya cita-cita itu percuma,"

Serius. Itu jawaban saya. Kelas 6 SD.  Nggak heran ya kalau saya lalu kuliah Filsafat dan lulus cum laude? Jawaban saya filosofis banget!

Dan, tak saya duga, Bu Guru marah besar. Dan saya ingat pasti kalimatnya saat itu.
"HANYA ORANG MATI YANG TIDAK PUNYA CITA-CITA,"

Oh yes, saya dendam padamu, Bu! Kalau boleh saya bikin list sekarang, hayo ... di antara 40 murid waktu itu, apa ada yang mencapai cita-citanya? Saya yakin mah kagak ada. Wong seingat saya temen-temen saya nyebutnya jadi guru, dokter, pengacara dan sejenisnya.
Setahu saya, teman-teman SD saya sekarang banyak yang jadi pengusaha. Guru? I don't think so!
Jadi, logika saya saat kelas 6 SD itu benar, kan?
Hihihi ...

Saya orang tanpa cita-cita, apalagi mimpi. Saya hanya orang yang berusaha melaksanakan kehidupan sebaik-baiknya.
Saat saya SD, ya saya berusaha jadi murid SD yang baik, kalau bisa lebih baik daripada teman-teman lainnya. Kalau nggak bisa, ya nggak apa-apa. Woles.
Begitu juga ketika saya kuliah. Saya bahkan nggak tahu pengen kuliah apa.
Saya ngambil Filsafat karena itulah fakultas under dog yang minim peminat. Saya harus masuk universitas negeri, karena orangtua saya tidak mampu membayar biaya kuliah di swasta.
Maka, saya melakukan hal terbaik untuk mengikuti apa yang orangtua sarankan.

Saat saya mahasiswa, ya saya kuliah sebaik-baiknya. Bukan bertujuan agar lulus cum laude, atau agar dapat beasiswa apa. Saya hanya bertanggung jawab pada diri sendiri. Kuliah, ya harus bener.

Demikian juga saat bekerja, dan seterusnya dan seterusnya. Dan sekarang saya pun hanya menjalankan peran saya sebagai istri dan ibu, sebaik-baiknya.
Makanya, saya nggak pernah posting bikin resolusi tiap tahun baru. Kalau ada yang nanya ke saya, jawabannya simple.
"Ya menjalani hidup dengan lebih baik,"

Kalau ada yang ngasih kerjaan, ya saya kerjakan sebaik-baiknya.
Kalau diminta suami belajar hal baru, ya saya manut. Saya pelajari sebaik-baiknya.
Mendapat anugerah mendapatkan profesi sebagai penulis, ya saya lakoni.

Saya tipe orang yang menganut paham hidupku mengalir seperti air.
Lalu, ada yang sinis dan bilang begini, "Kalau airnya mengalir ke comberan, mau?"

Hehehe. Berarti kamu tidak percaya pada Tuhan. Tuhan tentu melihatmu bekerja yang baik, hidup yang baik, berusaha memenuhi norma agama dan kemasyarakatan, tidak menyakiti mahluk lain, dll dll. Apa iya Tuhan akan membawamu masuk ke comberan?
Tidak punya cita-cita, tidak punya mimpi, bukan berarti saya do nothing kan? Bukan berarti saya orang mati, seperti kata guru saya itu kan?

So, saya menjalani hidup saya saja.
Saya tidak punya mimpi untuk begini begitu, saya hanya melakukan apa yang ada di depan mata saya, sebaik-baiknya.

Seperti orang yang melaksanakan ibadah, semata karena Allah. Bukan karena iming-iming surga. Surga akan didapat dengan ridho Allah, kan?

Jadi begitulah saya. Saya bekerja dan hidup sebaik-baiknya saja. Melakukan apa yang bisa saya lakukan. Dan saya amat percaya ada tangan Tuhan yang ikut campur dalam segala urusan saya. Jadi, mengapa saya harus khawatir dengan mimpi dan cita-cita?

I'm not a dreamer.

Mungkin banyak orang yang menganggapku aneh. Nggak apa-apa, toh saya juga nggak mengusik orang lain yang punya mimpi besar. Bahkan, saya rela membantu teman yang punya mimpi besar, untuk mewujudkannya. Selama itu positif, dan saya mampu, mengapa tidak?
Demikian juga jika ada yang bertanya padaku. Bolehkah aku bermimpi jadi ini dan itu?
I always say, "Why not? Reach your dream!"
Itu jawaban saya. Terutama pada anak-anak. Saya tidak punya hak untuk mematikan mimpi orang lain, apalagi mimpi anak-anak.


Tapi jika kamu tanya apa mimpiku, I'm sorry to say that I don't have one.
Jika kamu menganggap postingan ini sama sekali tidak memotivasi, tidak apa-apa. Toh saya bukan Mario Teguh :D

Intinya, apa yang saya lakukan adalah bertanggung jawab pada diri sendiri, juga bertanggung jawab pada sesama dan Tuhan. Trust me, I am very happy with my life.

Saya orang Jawa. Jadi mau nggak mau kebawa filosofi orang Jawa.
Urip iku sing sak madya wae

Good night, all.


Jumat, 13 Maret 2015

People on Socmed - Siapa memengaruhiku?

Nggak bisa dipungkiri lagi, socmed membuat kita berinteraksi dengan banyaaak sekali orang. Beberapa di antaranya, menjadi teman baru dan bisa jadi menjadi sahabat baru.
Namun ada juga yang hanya "hi" and then "bye". Nggak berinteraksi lebih lanjut.

Nah, tanpa disadari, dari pertemanan kita itu, ada beberapa yang memengaruhi perilaku dan pemikiran kita. At least, itu yang terjadi padaku.
Tentu saja, perilaku yang positif ya. Bukankah sejelek-jeleknya seseorang, dia pasti punya sisi positif?

Pagi ini, aku mau share beberapa nasihat dari teman yang memengaruhi pemikiran dan perilakuku. Tidak semuanya disampaikan langsung padaku, tapi aku membacanya di time line mereka. Tentu aku sudah lupa redaksi aslinya. Tapi yang penting intinya gitu deh.
Mungkin, mereka sendiri udah lupa bahwa mereka pernah ngomong hal-hal ini. Hihi, tapi pahala mereka tetap mengalir kan, karena menjadikanku (dan mungkin orang-orang lain) menjadi seseorang yang lebih baik. Insya Allah *kibas poni mau jadi orang baik*

Ini nama-nama mereka.

* Ary Nilandari - Orang membaca apa yang kamu tulis. Bukan apa yang kamu pikirkan.
Ucapan Mbak Ary ini selalu terngiang di benakku saat menulis. Ucapan beliau ini membuatku menulis dengan jelas, apa yang mau kusampaikan. Bukan muter-muter, yang akhirnya akan membuatku membela diri dengan berkata, "Maksudku tuh gini loh, nanti tokohnya kan gini, trus gitu gini gitu,"
Write it down! Itu pesan Mbak Ary. Pembaca itu membaca yang bisa dibaca. Kecuali pembacanya cenayang, bisa baca pikiranmu, hehe.

* Tatit Ujiani - Laopo nesu nang Facebook, ra ono gunane! Sabaaar ...
Mbak Tatit ini salah satu teman dunia maya, yang pada akhirnya menjadi sahabat di dunia nyata. Rumahnya deket sih, dan suka jajan. Klop lah denganku yang suka makan.
Pada jaman dahulu kala, saya adalah orang yang mudah naik darah. Merasa disindir seseorang, eh balik nyindir (so, apa bedanya ya saya jadi tukang nyindir yang nyindir si tukang nyindir?).
Saya suka meledak jika ada orang yang komen tak pantas di status saya. Atau langsung menegur kaum munafik (oh, tentu saja munafik menurut saya xixixixi).
Kata Mbak Tatit, laopo???? Orang tak perlu tahu apa yang kamu rasakan, terutama jika itu adalah hal yang negatif.
Sekarang, saya sudah berubah. Drunella jadi Cinderella. Hihihi. Nggak juga lah. Saya masih suka ngambek, masih suka nyinyir. Tapi saya berusaha keras menahan diri untuk nggak memposting hal-hal negatif. Kalo lagi kesal dan pengen nyinyir, ya tinggal main ke rumah Mbak Tatit. Makan bakso, sambil nyinyir. Jadi, the whole world nggak perlu tahu isi hati saya. Hanya Mbak Tatit dan tukang bakso yang tau :D

* Bambang Pamungkas - Saya ini pemain bola. Maka saya hanya akan menuliskan hal-hal tentang bola. Bukan hal lain.
Eh cieeeh, memangnya saya kenal sama Bambang?  Hihihi, kenal lah. Seleb gitu loh. Makasih ya Mas Pamungkas, kamu menginspirasi saya deh.
Saya penulis, juga ibu dan istri. Maka saya berusaha isi postingan saya adalah hal-hal di dunia kepenulisan, dan dunia keluarga saya.
Sudah berapa penulis yang terjebak menjadi politisi dadakan? Tetiba jadi ahli bicara politik dengan modal membaca portal online gobal gabul?
Tentu tak masalah jika hal itu tak menimbulkan pertikaian. Tapi yang terjadi kan biasanya jadi debat kusir, saling menghina, dan rasis.
Saya nggak mau jadi kayak gitu. Saya kan, penulis bacaan anak. Mosok penulis bacaan anak yang suka mengajarkan kebaikan, malah bikin postingan-postingan yang menebarkan kebencian?
Saya manut Mas Pamungkas. Saya penulis. Saya ibu dan istri.
Saya sungguh nggak berani memposting tulisan di luar wilayah keahlian saya *suit suit, ahli ni ye*. Misalnya, masalah politik, kesehatan, agama. Huaaa, kagak berani deh. Apalagi cuma modal portal online.
Makasih Mas Pamungkas yang sudah mengingatkanku.

Selain dari tiga orang beliau ini, aku juga kadang mendapat "pencerahan" dari foto-foto yang beredar di socmed.
Aku pernah baca yang kayak gini:
"Jangan berkeluh kesah pada masyarakat socmed. 20% tak peduli, yang 80% senang kamu punya masalah,"

Nah, jleb banget. Bener juga. Jadi, sebisa mungkin saya nggak pake ngeluh di socmed. Anak sakit, anak nakal, suami cuek, tubuh remuk redam capek, editor minta revisi seabrek, dll, cukup simpan dalam hati. Bukankah semua orang pasti punya problem? Apa yang membuat berpikir bahwa problemmu lebih berat orang lain?
Malulah aku jika ngeluh anakku nakal, padahal di luar sana ada ibu yang menangis memohon pada Tuhan agar anaknya bisa jumpalitan dan ngacak-ngacak rumah.

Tentu saja, sesekali aku masih luput. Masih juga mengeluh di socmed. Namanya juga manusia kan yaaaa. Tapi semoga ngeluhku nggak persistent day by day, seolah tak ada kebaikan dalam hidupku.

Kalau kata Tethy Ezokanzo (nah satu lagi nih teman yang memengaruhiku), kabarkan hanya berita baik. Yang buruk-buruk simpan saja.
Berita baik yang menginspirasi orang lain, bukan berita baik yang menyakiti orang lain.


Sudah ah, cukup sekian.

Happy weeekend to you all!