Jumat, 29 Mei 2015

Penulis, wajib promo buku atau tidak?

Akhir-akhir ini, saya melihat ada beberapa keluhan/kritik terhadap penulis yang rajin promo.
Keluhannya bukan keluhan nyinyir sih, menurutku keluhannya patut direnungkan dan diresapi juga.  Jadi penulis mah jangan anti kritik, atuh. Woles wae lah. 

"Kok penulis getol jualan sih? Terus, kapan nulisnya?"
"Tiap buka FB, eh promo dia muncul. Buka twitter, eh promo dia muncul. Bosen ah. Apalagi bukunya ituuuu terus"
"Kalau penulisnya disuruh jualan, terus kerja tim marketing penerbitnya apa dong?"
"Lihat tuh si X. Dia nggak pernah promo sama sekali, tapi bukunya best seller dan cetak ulang berkali-kali,"

Jujur saja, saya tersentuh *halah, kok tersentuh sih*
Maksud saya, rada tersindir gitu hahaha.

Iya ya, kalau penulis rajin jualan buku, terus menulisnya kapan?
Saya sendiri merasakan kok, kalau jualan buku, otomatis waktu saya banyak tersita untuk menjawabi inbox, merekap pesanan, ngorder ke penerbit, ngebungkusin buku, memeriksa transferan, kirim-kirim buku, dst.
Lalu, saya pun lelah.

Namun, kalau penulisnya punya stamina oke otot kawat tulang besi, why not ya? Apalagi kalau orderan bukunya banyak, margin lumayan, dapat duit lebih. Hohoho, nggak masalah kan. Yang penting jaga kesehatan, dan jangan lupa terus menulis.

Tapi bagaimanapun juga, kritik ini menjadi catatan tersendiri buat saya pribadi.

Lanjut ya.
Lho, sebentar ... sebentar.
Apakah PROMO itu berarti JUALAN?
Eh iya ya, nggak ding! Promo itu artinya ya promo. Jualan mah jualan :) Beda ya.

Nah, sekarang mari kita bahas. Apakah penulis wajib promo buku?
Jawabnya, tentu tidak.
Kalau wajib, pasti sudah dicantumkan dalam salah satu pasal di surat perjanjian penerbitan kan.
'Penulis wajib mempromosikan bukunya. Kalau tidak, maka royalti akan dipotong'

Hihihihi, nggak ada kok klausul itu. Tenang saja. Jadi, penulis itu tidak wajib promo.

TAPI ....
Menurut satu sumber yang amat layak dipercaya, setiap bulan ada 3000 (baca : TIGARIBU) judul buku baru yang masuk ke toko buku Gramedia (kita pakai acuannya Gramedia ya, karena mereka toko buku terbesar di Indonesia).
Semoga informasi ini saya tangkap dengan benar. Jika ternyata tidak benar, ya tetap saja percayalah, bahwa tiap bulan itu banyaaaak sekali buku baru yang terbit dan membutuhkan space di toko buku.

Kalau kita, penulis, tidak membantu buku kita dengan meng-iklan-kan buku kita dengan segala daya upaya yang kita bisa, ya kita hanya bisa pasrah pada semesta agar mendukung penjualan buku kita.
Tiap toko punya kebijakan, kalau satu judul buku tidak laku sekian eksemplar dalam sebulan, maka retur akan dilakukan. Space rak yang tadinya untuk buku kita, diberikan pada buku baru yang sudah ngantre di lorong :D

Hoaaa, kalau cuma nangkring di toko buku sebulan, trus retur, trus gimana dong nasib royalti kita?
Jujur, saya jadi penulis kan untuk mencari nafkah. Bukan untuk gaya-gayaan. Butuh makan nih Om, Tante ...

Seorang teman pernah bercerita pada saya, royaltinya hanya seratus ribu rupiah lebih dikit.
Saya menghitung-hitung, berarti kalau sebulan berapa dong? Dua puluh ribu? Hoaaa ... beneran saya sedih.
Saya hanya bisa menganjurkan, agar dia lebih aktif mempromosikan bukunya. Itu saja sih, lha bingung juga mau kasih saran apa hehe.

Tapi, bagaimana jika ada yang membantah, "Itu si anu nggak pernah ngeksis di socmed, nggak pernah promoin bukunya, tapi best seller terus tuh,"

Yaaah, gimana dong Om ... Tante ... yang kayak gitu mah hanya satu di antara seribu. Mungkin, amal ibadahnya baik sehingga Tuhan dan semesta mendukung kelancaran penjualan buku-bukunya?
Hihihi ... nggak ding. Becanda, jangan marah ya.

Menurut saya, satu orang itu tidak bisa kita jadikan patokan. Kalau kita bergaya seperti dia, dan membiarkan buku kita mempromosikan dirinya sendiri, rasanya (saya) siap-siap gigit jari deh.
Lalu, bagaimana tanggung jawab penerbit?
Kan mereka harus mempromosikan apa yang sudah dibuatnya?
Ibarat kata, kau yang memulai ... kaulah yang mengakhiri!
Ngg ... bener juga sih.
Tapi kan, (nah tapi tapi tapi terus!) penerbit itu harus mikirin ratusan judul baru yang mereka launching tiap bulannya?
Masa iya mereka mikirin bukumu doang?

Jadi, menurut pendapat saya pribadi, penulis memang sebaiknya promo. Demi apa? Ya demi kebaikanmu sendiri. Sebuah buku ditulis untuk dibaca, bukan?
Jika bukumu tak laku, itu artinya sedikit orang yang membacanya.

Tapi sebaiknya, promo dilakukan dengan cara yang manis. Saya juga masih belajar kok promo yang manis itu bagaimana.
Yang jelas, saya nggak hobi nge-tag sejuta umat untuk mempromosikan buku saya. Kalau harus tag, maka saya akan tag editor, penerbit, dan sahabat-sahabat saya saja.

Lalu, saya juga berjualan seperlunya saja, jika ada yang minat beli ke saya langsung, maka saya akan PO sekalian.

Namun yang terpenting, saya terus menulis.
Dengan demikian, saya punya banyak buku. Sehingga para pemirsa, tidak bosan melihat buku yang saya promokan (semoga ya semoga, kalau tetep saja bosan maafkan daku. Please, jangan unfriend, jangan unfollow me hihihi).

Oh ya, selain promo berupa materi buku (masang cover, bikin video, ngasih link testimoni pembaca dll), ada satu cara promo lain yang menarik.
Be positive on socmed.
Setiap penulis yang memiliki aura positif, akan disukai pemirsa.

Jika pemirsa (eh kok istilahnya jadi pemirsa ya? Apa dong?) menyukai postingan-postinganmu, insya Allah mereka akan mencari buku-bukumu.
Postingan yang positif itu nggak harus berat-berat lho.
Jika kamu seorang ibu rumah tangga, barangkali kamu bisa share resep kue yang sederhana.
Jika kamu seorang ibu dengan balita, barangkali kamu bisa posting bagaimana caramu menenangkan anak yang sedang tantrum.
Jika kamu seorang ahli keuangan, barangkali kamu bisa share cara mengetahui investasi yang aman.
Jika kamu seorang ahli hukum, barangkali kamu bisa berbagi tips/solusi hukum yang ringan-ringan saja.
Jika kamu seorang istri, barangkali kamu bisa share cara berbaikan dengan suami setelah bertengkar hebat (haha ... eh siapa tau memang ada tipsnya kan).

Nggak sulit, kan?

Bayangkan jika kamu posting hal-hal yang provokatif, atau yang menerbarkan kebencian. Orang jadi ragu. Haruskah aku membeli bukumu?
Haruskah aku membeli bukumu tentang indahnya persahabatan, sedangkan postinganmu di socmed selalu mengandung ajakan permusuhan?

BTW, ini bukan saran dari saya originally ya. Saya pernah baca artikel tentang sikap positif ini. Artikelnya pakai bahasa Inggris, sehingga saya dengan mudah lupa siapa penulisnya dan apa link-nya
*semoga Tuhan memaafkan saya*

Jadi, promo  itu wajib nggak?
Jawabannya : Nggak. Terserah penulisnya.

Oke. Jadi, wahai penulis, nggak usah gelisah ya. Monggo saja ambil caranya masing-masing.

Ciao ...

Ini saya mau promo wajah cantik saya ^^




Rabu, 13 Mei 2015

Ngintip isi buku "Fabel Anak Shaleh" yuk




Judul buku   : Fabel Anak Shaleh
Penulis         : Dian K dan Aan W
Illustrator     : Andri Permana, Norma, dan Innerchild Studio
Penerbit        : QIBLA, BIP
Halaman       : 164 halaman full color
Isi                 : 50 cerita fabel yang lucu, unik dan bermanfaat bagi anak, yang mengajak anak untuk hidup baik sesuai tuntunan Al Qur'an dan hadits.
Selain itu, tiap cerita juga dilengkapi dengan fakta unik tiap hewan yang menjadi tokoh ceritanya. Seru!
Sebagian cerita juga merupakan cerita berima, yang memudahkan anak untuk mempelajari kalimat-kalimat baru. 


Harga : Rp.115,000 di seluruh toko buku Gramedia. Jika beli online di gramedia.com, ada diskon 15% lho jadi harganya cuma Rp. 97,750.
Murah kan, dengan harga segitu bisa dapat 50 cerita!

Kita intip isinya, yuk! Ilustrasinya cakep-cakep ^^


                                                                 Karya Kak Norma



                                                                  Karya Kak Andri


                                                                Karya Innerchild Studio


                                                            Karya Innerchild Studio



Happy shopping, happy reading.
Let your kids enjoy their time by supplying great books for them!

Senin, 04 Mei 2015

Bab Sedekah






Cak lan Ning sing ngganteng lan ayu,


Dina iki aku pengen mbahas bab sedekah. Iyo, sedekah. Opo sih boso Jawane sedekah iku? Wes, mbuh ah. Sing penting padha mudheng tho? Sedekah ...

Ceritane ngene.
Aku kan nduwe barang-barang bekas nang lemariku. Ngerti dewe lah yo, nek duwe arek cilik iku, sing jenenge klambi cepet biyanget perputarane.
Klambi setaun wingi, wes gak cukup digawe saiki. Iyo gak?
Barang bekasku iku berupa klambine arek-arek lanang, sing wes gak cukup amargo saiki mereka padha dhuwur-dhuwur.

Nah, pas mikir enak'e klambi-klambi iki dikekno sopo, aku takok karo wong (iyolah, mosok takok karo jin iprit).
"Eh, kon ngerti dhuafa endi yo, sing kirane butuh klambi bekas arek lanang?" iku pitakonku.
Eh lhadalah, deknen malah menteleng lan njawab.
"Kon iki nek arep sedekah, mbok ya klambi sing anyar. Mesakno tenan wong dhuafa iku. Entuk barang-barang lelesan. Kon ngakune kate sedekah, padahal asline kon kate ngguaki klambimu tho?"

Jleb ... jleb ... jleb ... atiku koyok ditusuk karo sundukan pentol, terus dibumboni cuka karo saos sing kelire abang nganggo pewarna tekstil iku.
Atiku laraaaa Cak, atiku cekot-cekot Ning!
Tapi masio ngono, aku tetep mempertimbangkan omongane deknen. Iyo lah, aku kan wong e bijaksana. Jadi, apapun masukan dari orang lain, akan kupertimbangkan (lha kok malah nganggo boso Indonesia ki yak opo seh?)

Yo wes Cak lan Ning, aku batal "ngguaki" klambiku. Atiku rada ra penak, mosok sedekah barang bekas. Nek niat nyenengno atine kaum dhuafa, ya kudune aku nukokno klambi sing anyar gawe mereka.
Ok, klambi tak singgahi maneh. Ora tak kekno sopo-sopo. Lemariku dadi kebek, mlendung, untung e ga sampe jebol.

Terus lan terus lan terus, anakku tambah gede. Klambine semakin numpuk.
"Wah iki gak bener," prosoku.
Akhire, aku takok karo konco liyane. Jenenge Watiek Ideo. Wes podho ngerti kan, deknen iki sopo?
Iyo, deknen iku penulis terkenal (eh, sik terkenal aku ding ...  wkakakaka ampun yo Watiek).
Tapi abaikan. Sing meh takbahas saiki, deknen iku duwe rumah baca di perkampungan.
Nah, aku takok karo deknen. Opo di sekitare onok bocah-bocah sing gelem nerimo klambi bekas e anak-anakku.

Lhadalah, deknen njawab "Ono". Atiku girang, masio isih kebayang wong sing ngunekno aku mau.
Tapi babah ah ... perkoro ngko karo Gusti Allah sing Maha Penyayang, aku ora dianggep sedekah tapi dianggep "ngguak barang bekas", aku ora popo.
Itung-itungan pahala kan wewenang'e Gusti. Iyo po ra? Wani njawab ora, tak bandhem kon!

Singkat cerita, meluncurlah klambi-klambi iku ke alamate Watiek. Trus ... deknen ngirim foto arek-arek iku pas nyobai klambi-klambine anakku!!
Awakmu ngerti gak Cak lan Ning, opo rasane atiku?
Aku kudu nangis!
Terharu biru.
Melow below stabilo.
Ndeleng wajah mereka sing begitu serius njajal klambi, wajah e mereka sing sumringah mantesno awak'e karo klambine, iku priceless!
Wes, aku ora entuk pahala rapopo. Tenin! Sing penting arek-arek iku seneng.
Aku dianggep pelit amargo sedekah "barang guak'an" yo rapopo. Sing penting arek-arek iku happy.

Dadi Cak lan Ning sing ayu dhewe, maksud postinganku iki dudu kate riya yo.
Apane sing riya, wong barang bekas wae kok riya. Nek aku sedekah berlian karo ferrari yo aku bakal riya niat'e wakakakaka.

Sik tho, menengo dhisik. Ojo suudzon wae karo postingan iki.
Aku cuma pengen pesen karo sampeyan-sampeyan sing ayu lan ngganteng iki, nek sampeyan duwe niat kate sedekah, kate memberi sesuatu pada orang lain, DO IT RIGHTNOW!!
Lhaaaaa, kok aku nganggo boso enggres.
Maksudku, langsung lakukan. Rasah takok kanan kiri depan belakang, ngko sampeyan malah galau, sedekah tertunda, kebahagiaan orang lain pun tertunda.
Rojer? 86?

Nek misale sampeyan duwe duit ceban (ngerti ceban gak? Sepuluh ewu, Cak), trus sampeyan niat nulungi wong, yo langsung lakukan.
Babahno nek onok sing ngomong, "Lha kok cuma ceban. Isok gawe tuku opo? Sedekah ki mbok ya minimal cepek,"

Oke, niat'e deknen mungkin baik. Sedekah sing luwih gede tentune luwih apik. Aku setuju. Sedekah ceban vs cepek, aku pasti milih cepek. Dengan catatan, jika mampu!
Masalahe, nek pas kuwi sampeyan cuma duwe duit ceban, yak opo?
Opo niat mulia sampeyan kudu tertunda? Nyelengi sik sampe cepek?
Takjamin Cak, celenganmu ora klumpuk, malah cebanmu melayang gawe tuku pentol. Yo opo ora?

Padahal, nek duit ceban mau mbok tukokno beras sekilo, paling ora onok wong sing lepas dari masalah kelaparan dino iku. Ngenteni awakmu nyelengi sampe cepek, selak wong'e keluwen lan mlebu UGD :D

Trus, sedekah yo ora usah ngenteni ikhlas. Soale nek ngenteni ikhlas, onok resiko nek awakmu balik kucing ora sida sedekah.
Misale, duit ceban mau mbok sawang-sawang, mbok timang-timang, trus suwe-suwe metu rasa eman. Mending tuku pentol, mending tuku batagor, atau mending tuku pop ice.
Toh, cuma ceban. Iso gawe opo duit ceban iku? Mending jajan ah ...

Wes, ojok kesuwen mikir. Ojok mikir omongane wong, ojok ngenteni ikhlas. Pokoke begitu onok barang'e, onok niat'e, langsung hajar bleh ae.

Ngono ae yo Cak lan Ning, sepurane nek postingan iki gak manfaat gawe awakmu. Sepurane juga nek awakmu duwe pandangan berbeda karo postingan iki.

Pamit riyin nggih sedherek sedanten ....