Rabu, 12 Juni 2013

Edgard dan Gerald mengarang

Sebelumnya, aku tak pernah berpikir sama sekali untuk mengajari anak-anakku mengarang.
Kupikir, belum saatnya lah. Dan aku juga tidak mau ada kesan, seolah-olah aku memaksa anak-anakku.

Namun, mindset-ku berubah saat kupikir-pikir lagi, semua anak harus dibekali skill. Dan sebagai ibu, aku punya kemampuan mengarang. So, kenapa tidak kubudayakan pada anak-anakku?

Untuk Edgard (9 tahun) jauh lebih mudah karena dia sudah lancar menulis. Jadi, dia bisa langsung menuliskan karangannya ke kertas.
Sayang, Edgard belum mau mengetik dengan komputer. Tak apa-apa, aku tak mau memaksa. Jadilah buku tulis bekas, dan kertas-kertas bekas sebagai "kanvas" nya.

Bagiku, itu semua harta karun. Isi tulisannya bermacam-macam. Ada yang bagus, ada yang seadanya, ada yang imajinasinya liar, ada yang yaaah begitu-begitu saja. Tapi, semuanya aku ketik dan aku kumpulkan.

Yang berbentuk puisi, aku kirimkan ke Kompas. Juga yang cerita super pendek.
Sedangkan pengalaman yang lucu-lucu, aku kirimkan ke Bobo. Siapa tahu bisa dimuat di rubrik Tak Disangka.

So far, Edgard sudah mengarang banyak cerita, dan insya Allah dia akan segera punya buku pertamanya. Sekarang sedang dalam proses ilustrasi.

Untuk puisinya, udah pernah dimuat satu kali di Kompas Minggu.













               
Bagaimana dengan Gerald?
Aku memintanya untuk mengarang, dengan cara bercerita.
Dia menghadap cermin, dan bercerita tentang apa saja.
Kalau menurutku menarik, aku akan menuliskan untuknya.

Salah satu ceritanya yang menurutku amat lucu, aku tuliskan dan akhrinya dimuat dalam bentuk puisi di Kompas juga.



Phew, saya tak menyangka curhat Gerald di depan cermin bisa dimuat di Kompas.

Tentu, sebagai ibu saya bangga. Dan sekarang, saya mulai melatih Gerald untuk menuliskan sendiri cerita-ceritanya. Dia kan udah hampir tujuh tahun usianya. Seharusnya udah mulai lancar menulis, hihihi.

Saya tak mau gegabah, saya tak mau instan.
Beragam kursus menulis untuk anak-anak ditawarkan pada saya, dengan iming-iming bakal punya buku.

Tujuan saya bukan itu. Saya tidak memburu "punya buku" sebagai tujuan saya mengajari anak-anak untuk menulis.
Tujuan saya hanya satu : memberi skill sebanyak mungkin pada mereka.

Jika toh akhirnya mereka tidak menjadi seorang penulis profesional, at least mereka punya keterampilan menulis.
Saya percaya, jika mereka terampil menulis, mereka akan terampil pula dalam berbicara dan bersosialisasi.

Aamiin. Ibu mana yang tak mengharapkan kebaikan untuk anaknya?

Go Edgard and Gerald, maju terus!













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Happy blogwalking, my dear friends ^^