Sabtu, 07 November 2015

Jimat Soto Granat



Jimat Soto Granat


Meta suka sekali makan soto. 
Dia punya warung soto favorit. Namanya Warung Soto Granat. 
Disebut soto granat, karena pembeli boleh meminta banyak cabe untuk diuleg dan dicampur kuahnya. Rasa pedas kuah soto itu mirip granat yang meledak. 

Warung Soto Granat tak pernah sepi pembeli. Sepertinya, semua orang ketagihan makan di sana. Padahal, harga semangkuk soto granat tidak murah. Tapi sepertinya orang-orang tak peduli harga. Yang penting, sotonya enak. 

Siang ini, Meta merayu Mama untuk makan soto granat. Mama menolak, karena Mama sedang puasa.
“Kalau kamu mau, bungkus saja ya? Sekalian buat Mama buka puasa nanti,” kata Mama.
Meta setuju, dan dengan suka hati berangkat ke warung. 

“Pak, bungkus dua porsi ya,” pinta Meta.
Dengan cekatan, Pak Tio pemilik warung menyiapkan pesanan Meta.  Saat Pak Tio mendulang kuah soto dari dalam dandang, mata Meta membelalak dan wajahnya memucat.
Meta melihat sesuatu dibungkus kain putih, tersangkut di kuah yang didulang Pak Tio. 

Pak Tio buru-buru menyingkirkan bungkusan itu, dan kembali mencemplungkannya ke dalam kuah.
Tiba-tiba perut Meta terasa kenyang. Dia tak lagi ingin makan soto. Dia pernah mendengar cerita Mbah Parti tukang urut langganan Mama.
“Ada orang jualan yang suka memakai penglaris. Pakai jimat. Biasanya jimatnya dibungkus kain putih,” 
 Meta lalu melihat sekeliling. Pantas saja warung ini begitu laris. 

“Ini pesananmu,” lamunan Meta buyar saat Pak Tio menyodorkan dua bungkus soto padanya.

Di rumah, Meta tak berselera makan. Tentu saja Mama heran. Dan Meta pun mengutarakan alasannya.
“Pantas saja warung itu laris. Pak Tio memakai jimat!” Meta lalu menceritakan bungkusan kain putih yang dilihatnya tadi.
“Mungkin itu isinya ekor tikus? Atau sayap jangkrik?” kata Meta lagi.
“Hus! Memangnya Pak Tio tukang sihir?" tegur Mama.
“Suudzon alias berprasangka buruk itu tidak baik. Sudahlah, ayo makan. Kamu belum makan dari tadi,” kata Mama. 

Tapi, Meta bersikeras. Dia tak mau makan soto itu. Meta bersikukuh bahwa apa yang dilakukan Pak Tio adalah syirik. Dan itu dosa besar.
“Aku nggak mau terseret dosa Pak Tio,” kata Meta, “aku akan memberitahu teman-temanku tentang hal ini. Jangan sampai mereka makan di sana lagi,”

Mata Mama melotot.
“Meta, jangan menyebar suatu berita yang kamu tidak tahu kebenarannya. Jangan pula berprasangka buruk. Memangnya kamu yakin kalau itu jimat? Mengapa kamu tak menanyakan langsung pada Pak Tio tadi?”
Meta terdiam. Wangi aroma soto menggelitik hidungnya. Mama benar, kenapa dia tak bertanya saja pada Pak Tio?
“Tabayyun ya, Ma?” Meta pun kembali melesat ke warung soto granat.

Pak Tio menyambut Meta dengan wajah heran. “Mau beli lagi? Atau, ada yang ketinggalan?”
Dengan suara pelan, Meta berbisik, “Sebenarnya saya mau tanya. Tadi, ada bungkusan kain warna putih dari dalam kuah soto. Itu apa, Pak?”
Pak Tio tak menjawab, melainkan mengaduk kuah sotonya dan mengangkat sesuatu.

“Maksudmu, ini? Hehe, ini bumbu-bumbu tambahan supaya soto lebih sedap,” Pak Tio lalu membuka bungkusan kain putih itu. Isinya lengkuas, serai, daun jeruk, dan daun salam.
Wajah Meta berubah cerah, “Saya pikir semua bumbu itu diuleg,”
“Ya, tapi Bapak menambahkan ini supaya lebih sedap. Bapak membungkusnya, supaya tidak kocar kacir di dalam kuah,” 

Pak Tio lalu memandang Meta curiga. “Hayo, tadi kamu mengira ini apa? Jimat ya?”
Meta tersipu. “Hihihi, maafkan saya Pak. Makanya, saya tabayyun dulu. Mencari penjelasan pada Pak Tio,”
Dengan hati lega, Meta pulang ke rumah. Dia mengayuh sepedanya cepat-cepat, karena perutnya berisik minta diisi. Semangkuk soto yang pedas pasti enak!

                                                                              ***



6 komentar:

  1. Balasan
    1. Thanks, Lia. Tiba-tiba teringat dengan cerita ini, saat membaca artikel ciri-ciri penjual makanan yang menggunakan sihir.

      Masa hanya karena laris, langsung dituduh pakai dukun?
      Masa kalau ada bungkusan putih, itu berarti jimat?

      Berhati-hati itu penting, tapi ngawur juga nggak boleh kan? Apalagi menyangkut rejeki orang lain

      Hapus
  2. aaakk buku baru lagiiii.....mau mau nulis buku anaaak...

    BalasHapus
  3. Makasih Dedew, eh selamat ya untuk rambut panjang Alika ^^

    BalasHapus
  4. Kisahnya inspiring dan sederhana. Memang benar, kita jangan berburuk sangka, ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Waspada saja, tapi nggak langsung nuduh ^^

      Hapus

Happy blogwalking, my dear friends ^^