Senin, 16 September 2013

Mudik yuk Mudiiiik .... (Catatan saat mudik ke Bengkulu, 1-11 Agustus 2013)

Bulan Januari 2013, adalah bulan royalti ^^

Saat melihat angka royalti yang not bad, saya langsung tergiur untuk pergi ke manaa gitu. Padahal, Oktober 2012 kami baru saja ke Singapore. Nah, enaknya ke mana ya?

Saya dan suami pun bersepakat, ke KL!
Akhirnya, saya browsing-browsing harga tiket pesawat ke KL untuk Lebaran. Huaa, ternyata mahal-mahal.

Lalu, saya iseng browsing ke Bengkulu (entah, tiba-tiba kok jari jemari saya tergerak untuk klik Sub-Bengkulu) dan ternyata harga tiket PP untuk satu orang sekitar Rp. 2,2 juta!
Berarti, orang 4 kudu bayar Rp. 8.8 juta dong ya?

Saya pun usul sama suami, yuk kita ke Bengkulu. Dia pun merenung, melamun, dan lalu berpikir keras. Hihihi, kok malah saya yang semangat ngomporin beliau untuk mudik ke kampung halamannya ya?

Saya tau, mungkin beliau enggan karena sudah tak ada orangtua lagi. Ayah dan ibunya sudah meninggal, dan di sana tinggal kakak-kakak dan adik-adiknya.

Namun, keraguannya tak lama. Dia pun ACC, dan yippiee .... kami beli tiket!


Anak-anak pun tak kalah bersemangat, maklum aja, mereka belum pernah tahu kampung bapaknya sih ^^

Dan asal tahu saja, suami sudah tidak pulang Bengkulu selama 15 tahun. Huaaa ...

Akhirnya, tanggal 1 Agustus 2013, berangkatlah kami dengan Lion Air, menuju ke Bengkulu.

Hal pertama yang kami lakukan setelah sampai di sana adalah, ziarah ke makam Ayah. Huaah, makamnya penuuuh, kami sampai harus ajojing disko melewati makam-makam yang lain untuk bisa mencapai makam Ayah. Untung, ada Fajri, kakak ipar saya yang hapal dengan pasti posisi makam :)

Setelah dari makam, kami langsung meluncur ke rumah kakak perempuan tertua, yaitu Uni Titi. Hihi, di sini anak-anak mulai kagok, karena harus memanggil tantenya dengan panggilan "Makdang". Mereka mulai bisik-bisik, apaan sih makdang itu? Ya semacam "budhe" gitu lah. Mau saya sebenarnya, semua kita panggil Om dan Tante aja. Tapi sepertinya nggak bisa ya, mereka sudah ada istilah sendiri. Lagipula, bagus juga biar anak-anak saya tahu istilah dalam kekerabatan ayahnya.

Di rumah Uni, kami buka puasa bersama. Siapa yang paling hepi? Tentu saja suami saya tertjintah. Bayangkan, sudah berapa tahun dia tak bertemu tempoyak dan rendang yang kering begitu?
Udah deh, dia makan sambil merem melek, disapa pun tak peduli. Yang paling penting saat itu adalah piring di tangannya!

Setelah makan, kami action dong ^^


Senangnya, bisa kenal dengan keluarga semua. Selama ini, kami hanya tahu bahwa kakak yang ini sudah nikah, anaknya dua. Kakak yang itu juga udah nikah, anaknya berapa. Sekarang, kami melihat dan kenalan langsung dengan mereka! Anak-anak, tentu saja happy mengenal para sepupunya itu.

Apalagi saat kami ke rumah PakDang (kakak tertua suami), di sana ada "tambahan" sepupu lagi karena Pakdang punya empat anak ^^

Makan, makan, dan makan! Itulah yang kami lakukan selama di Bengkulu ^^

Oh iya, pas hari ke-dua, kami juga mengunjungi Ibu (ibu tiri suami) di rumah Ayah. Sayang, Ibu lagi pergi huhuhu. Jadi kami bengong di teras, sambil nungguin. Sambil nunggu, foto dulu deh generasi ke-2 dan ke-3 bapak Indera Syahfrie hihihi *narsis*


Lah, kenapa fotonya jadi njempalik gini? Ah sudahlah, biarin. Padahal sudah aku rotate loh. Tuh keliatan kan papan namanya Pak Indera? Khas rumah masa lalu ya ^^

Oya, dari Ibu ini, suami saya punya 6 adik. Huaa, banyak ya. We are so big big family! Dan suami pangling pada mereka, karena saat terakhir pulang ke Bengkulu, mereka masih imut bin kiyut. But look at them now, udah jadi cowok ganteng dan cantik! Apalagi yang namanya Gito, sayang sekali kami tak sempat berfoto. Saya sampe ngomong ke suami, kok adikmu bisa seganteng ini? Hahaha *dengan kata lain, kok kamu gak ganteng?*


Tuh kan, cakep-cakep? Dari kiri ke kanan : Suamiku, Rina, Nini, dan Ari. 

Saat malam Lebaran, kami nginep di rumah Ayah. Ibu kayaknya senang banget deh, sama anaknya yang hilang ini, hihihi. Ibu masak macam-macam ^^

Lihat, Ibu masih cantik ya? And I think she's stylish too ...

  Oya, saat mudik ini kami juga menyempatkan diri untuk ke Palembang. Di sanalah, ibu kandung suami saya dimakamkan. Rasanya gimana gitu ya, ngelihat suami elus-elus makam ibunya. Jadi ngebayangin anak-anak saya sendiri. Huhuhu ... ibu suami meninggal saat suami masih berumur empat tahun, hiks. 





Oya, saat di Palembang, saya dibombardir oleh mamah saya untuk mampir ke rumah sepupu beliau. Terpaksa *halah* kami touring mencari alamat. Untuuuung, Om saya itu orang yang cukup terkenal di Palembang (beliau pemilik PO Putra Remaja). Jadi, begitu kami tersesat, tinggal turun ke travel agent terdekat, dan tanya "Kantornya Pak Purnomo di mana ya?" dan orang-orang bisa menunjukkan di mana kantor beliau.  Kami ke kantornya, bertemu dengan anaknya, dan kami diantar ke rumahnya. Jadi, nggak perlu touring lagi deh di tengah macetnya kota Palembang.



Selama di Bengkulu, selain makan-makan, kami juga jalan-jalan. Tapi nanti saya buat terpisah aja ya? Lemot nih uplod foto :((

Pokoknya, perjalanan kami ke Bengkulu ini penuh kesan. Saya baru sekali ini merasakan bagaimana kehangatan sebuah keluarga. Di keluarga saya, bahkan nggak sehangat ini. Keponakan-keponakan saya, cuek aja ama Edgard dan Gerald (ya iyalah, mereka dah kuliah dan SMA). Tapiiii, keponakan2 di Bengkulu ini meski udah gede2, masih aja tuh main kejar-kejaran ama Gerald hihihi. Itu yang bikin anak-anak happy, dan nangis saat meninggalkan Bengkulu. 

Saya berjanji pada anak-anak, untuk cari duit dulu yang banyaaaaak. Nanti, dua atau tiga tahun lagi kita mudik lagi. Soalnya nggak murah :(((

Doakan mamah bisa dapat duit banyak ya kids! Nanti kita maen lagi ke Bengkulu, bertemu sodara-sodara kita yang baek-baek ^^










1 komentar:

  1. hadoooh serunya cerita mudik Mbk Dian, aku ikutan nulis aah xixixi

    BalasHapus

Happy blogwalking, my dear friends ^^