June 12, 2014
People says, that life begins at forty.
I couldn't agree more.
Usia 40 adalah usia di mana kamu mencapai kematangan finansial, dan kematangan emosi (semoga).
Usia 40 adalah usia di mana segala cicilan dan kreditanmu sudah lunas (semoga).
Usia 40 adalah usia di mana kamu mulai memikirkan hari tuamu, dan apa yang sudah kamu lakukan untuk sesamamu.
That's why people said that life begins at forty, because before forty you are too busy looking for your career and money. Thinking about what investment, raising your kids, etc.
Now, at forty, you have more time to think about something else.
I am thinking about being more useful, polite, and sincere to others.
I want people glad to have me as their friend.
This morning my husband woke me up and kissed my cheek.
He said, "I hope you will stay healthy, and having more blessings from God,"
I couldn't help my tears from falling. That is a simple prayer, but I know he said it with his heart.
He didn't give me any presents, like Agya, for example, but he give his heart.
I thank God I have him on my side. He is the only person who knows me so well. He is the person that I dare to talk many secret things without worrying.
I also thank God for giving me two fabulous boys. Even sometimes I feel tired, but really I love my boys.
They kissed me this morning, and said happy birthday.
What can I ask more?
I don't want to ask more from God. What God give to me is enough.
But wait, I have asked two things from God this morning.
1. Able to learn Iqra
2. Able to drive a car, hahaha.
Phew, I am not young anymore!
Welcome 40, please be nice to me.
Happy birthday to myself!
Oh my God. At 10.00 AM, a man sent a nice birthday cake to my house! It's said from "Ariel" hahahaha. My husband knows that I like Ariel Noah :))
Rabu, 11 Juni 2014
Selasa, 10 Juni 2014
Prolog "Perempuan Kedua - Ketika Cinta Harus Terbagi"
Banyak yang menanyakan apa sih isi novel ini? Apakah novel ini akan membela para perempuan kedua? Apakah novel ini menceritakan tentang poligami?
Hehe, jawabnya "tidak".
Ini bukan tentang poligami. Ini juga bukan tentang pembenaran perselingkuhan.
Jatuh cinta, bisa terjadi pada siapa saja. Tak peduli kamu masih lajang atau sudah berpasangan.
Yang membedakan adalah, kemampuanmu untuk berpikir menggunakan akal sehat. Di novel ini, saya memakai dua sudut pandang.
Sudut pandang si perempuan kedua, dan sudut pandang si selingkuhannya.
Dengan dua sudut pandang ini, saya berharap agar pembaca bisa menyelami masing-masing hati mereka.
Aih, sudahlah. Beli bukunya nanti ya ^^
Ini prolognya:
PROLOG
Daisy
Namaku
Daisy. Aku adalah perempuan kedua, orang-orang bilang perusak rumah tangga
orang.
Seseorang bahkan memanggilku perempuan
jalang.
Aku benci dengan kenyataan ini…
Namun, saat kupandang wajah Pandega,
hatiku luruh. Dia mencintaiku, sekaligus mencintai istrinya. Egoiskah dia? Aku
tak tahu. Yang aku tahu, aku juga amat mencintainya.
Apa salah jika dua hati yang saling
mencinta memutuskan untuk menikah? Rara, istri Pandega, tergolek lemah di
ranjang rumah sakit. Pandega bukan orang suci! Dia bukan pula dewa atau
malaikat. Pandega hanya pria biasa yang membutuhkan kasih sayang untuk dirinya
dan kedua anaknya.
Aku siap menyongsong kehidupan baru
bersama Pandega meski kutahu di luar sana banyak yang menghujatku. Perempuan
bodoh, perebut suami orang, bahkan perempuan yang tak kenal belas kasihan!
Kuterima semua tuduhan itu, karena aku
tak bisa mundur. Aku tak mau mundur.
Hanya takdir Ilahi-lah yang bisa
membatalkan semua ini.
***
Pandega
Aku
Pandega. Kau boleh menyebutku pria pecundang, pengkhianat, atau apa pun. Namun,
semua itu takkan membuatku memungkiri perasaanku padanya.
Siang itu, saat rinai gerimis menari
riang, dadaku berdegup kencang saat melihat parasnya.
“Daisy,” telapak tangannya begitu lembut
membelai jemariku. Aku salah tingkah.
Oh Tuhan, aku belum pernah merasakan
degup dadaku sekencang ini. Bahkan ketika dulu aku berkenalan dengan Rara,
istriku.
Rara…
Kualihkan pandanganku dari wajah ayu
Daisy ke wajah istriku terkasih.
Istriku, kapan kau akan bangun dari
tidur panjangmu?
Aku rindu mencium wangi rambutmu dan
merasakan detak jantungmu.
Sampai kapan aku harus menanti?
Waktu berlalu, dan aku tak bisa
berbohong pada diriku. Aku telah jatuh cinta pada Daisy. Aku ingin menikah dan
hidup bersamanya.
Aku tahu, di luar sana orang tak
hentinya menghujatku. Suami sadis, yang tega berselingkuh saat istrinya koma
berkepanjangan.
Tapi, bukankah cinta itu seperti rinai
gerimis siang ini? Yang tak pernah memperingatkanmu akan kedatangannya. Cinta
juga tak pernah memilih pada siapa dia akan bersandar.
Minggu, 01 Juni 2014
Pemenang GA Momwriter's Diary ^^
Sungguh, perjuangan yang berat untuk memilih tiga pemenang dari tigapuluh lebih jawaban yang masuk. Sambil menyimak, saya meng-amin-kan semua mimpi dan cita-cita teman semua.
Karena bingung, saya pun menambah hadiah menjadi LIMA buku. Berikut adalah nama pemenang berikut hadiah yang akan diterimanya.
Selamat untuk semua pemenang. Nantikan GA selanjutnya dariku ya.
Lestari - Komik keluarga super irit
Mengapa aku ingin jadi penulis?
Pertanyaan itu terkadang juga masih sering mengganggu tidurku. Eh, tepatnya sih bikin aku melamun. Nggak cuma mikirin cowok doank yang bikin melamun kok *halah nglantur*
Pertama, aku ingin berbagi kepada orang lain. Berbagi tak harus materi bukan? Sekiranya kelak tulisanku bisa dinikmati oleh orang-orang. Syukur-syukur menginspirasi. Kalau toh nggak bisa dinikmati khalayak umum, cukup menjadi bacaan anak cucu kelak. Memang sekarang aku belum bisa seperti para suhu. Atau seperti kawan yang satu dua bermunculan dengan buku baru. Tapi di dasar hati ini ada harap untuk punya buku. Walau masih ngos-ngosan dan terseok-seok. Nggak muluk-muluk juga, ingin tembus media untuk artikel perjalanan. Hahaha banyak ya? Iya, banyak! Mungkin itulah caraku berbagi. Berbagi lewat tulisan dari pengalaman yang aku dapat. Setidaknya aku ingin seperti mereka, orang-orang yang terus mendorongku untuk menulis
Kedua, aku ingin mencari tambahan penghasilan. Hahaha matre? Iya, aku matre! Apa gaji kurang gede? Bukan masalah itu juga sih. Aku jujur dan berusaha terbuka saja. Kalau punya buku atau tulisan dimuat kan dapat honor. Lumayan kan buat tabungan masa depan? Setidaknya bisa buat tambah-tambahan buat beli rumah, berlian, tiket pesawat, liburan, mobil *halah kakehan
Ketiga, aku ingin jalan-jalan dari menulis. Ini terinspirasi dari beberapa kawan yang dapat gretongan jalan-jalan gegara menulis juga. Eeeerrrr ngiler maksimal sampe seember deh. Sebenarnya aku ingin ke Eropa, benua itu udah sukses bikin aku melek merem. Ingin sekali menjejakkan kaki di sana walau entah kapan. Eh, tapi namanya bermimpi boleh tinggi, kan? Siapa tau ada lomba menulis, hadiahnya jalan-jalan ke Eropa dan ternyata aku pemenangnya? Aamiin. Muluk-muluk? Enggak! Nggak pernah tahu rencana Tuhan, bukan?
Arleen Amidjaja - Novel Seruak
Aku ingin jadi penulis karena :
1. Bisa jadi sering dapat buku gratisan (dari penerbit dan dari temen-temen penulis yang lain seperti contohnya dari Mom Dian – subliminal message detected :))
2. Jadi penulis lebih gampang daripada jadi tentara dan pegang pen lebih aman daripada pegang pedang (walau pen terkadang bisa lebih tajam? :))
3. Menulis pekerjaan yang flexible, bisa dilakukan di mana saja (di mobil, di tempat tunggu dokter, di antrian bank) dan kalo pas lagi nggak bawa buku, kertas bisa dengan mudah didapatkan (bon parkir, brosur paket check up kesehatan, slip setoran bank)
4. Kalo jadi penulis, bengong itu dianggap mikir. Kalo bukan penulis, bengong dianggap bengong.
5. Buat seorang penulis, membaca adalah kebutuhan. Jadi kalo boros beli buku, nggak terlalu merasa bersalah.
6. Menulis adalah obat antidepresi paling mujarab dan gratis. (Kalo pergi ke psikiater, hanya sembuh sebentar, sewaktu melihat tagihannya, depresinya kambuh)
7. Sewaktu menulis, tulisan kita selalu bisa di-revise, di-rewrite, di-recreate, di-reconstruct (kalo saja hidup juga seperti itu :)), bahkan juga bisa di-recycle. Yah, tulisan memang bisa juga di-reject, tapi setelah di-revise kan tinggal di-resend.
Phalupi Apik Herawati - Komik keluarga super irit
Mengapa aku ingin jadi penulis?
1. Karena buku harian yang diberikan ibuku saat ulang tahun ke-14 disertai tulisan: “Menulislah terus, semoga ini berguna.” Buku harian itu menjadi bukti nyata seberapa cueknya ibuku, dia ternyata tahu aku suka menulis cerpen atau sekedar curhatan galau yang membuat dia tersenyum bangga karena anaknya ternyata punya bakat jadi penulis. Secara tidak langsung buku harian itu juga sebagai pengukuhan jika ibuku mengetahui bakatku sebagai penulis
2. Karena aku emak sensi. Aku sensi melihat keberhasilan emak-emak lain yang memenuhi timeline facebookku dengan promosi-promosi buku mereka. Emak-emak penuh semangat di sela-sela keribetan dan kerempongannya mengurus rumah tangga dan anak-anak masih punya waktu untuk menulis. Aku semakin gerah kalau ada yang tiap bulan mengeluarkan buku atau menang lomba penulisan di blog. Sensi karena mereka bisa jadi penulis yang konsisten dan mengurus rumah tangga dengan baik. Jika mereka bisa, kenapa aku tidak? Keberhasilan mereka sungguh melecut aku untuk memaksimalkan bakat menulisku.
3. Karena aku masuk di jurusan bahasa sehingga cita-cita untuk jadi psikolog hanya bisa aku tuangkan dalam bentuk tokoh di cerpen atau novelku nantinya. Daripada aku putus asa lalu bunuh diri mendingan menulis dan berperan jadi tokoh utama seorang psikolog.
4. Karena aku lagi ikutan GA “Momwriter’s Diary” Mba Dian Kristiani. Meskipun jarang menang kuis tetapi ini bisa jadi langkah awalku mengasah kemampuan dan konsistensi. Mau jadi penulis itu harus berproses tidak bisa tiba-tiba bagus aja gitu sedangkan konsistensi itu bisa dilihat berapa kali aku ikutan kuis dan berapa kali kalah. Kalah dan terus bangkit untuk ikutan kuis lagi. Semoga sih gak konsisten kalah ya. Hahahaha... Kalau menang dan dapat hadiah komik “Keluarga Super Irit” (semoga semesta mendukung kali ini) maka itu akan sangat membatuku mengatur keuangan setelah dapat royalti dari hasil tulisan-tulisanku (aminnn yang kenceng ah biar semesta dengar dan mendukung. Hihihi...)
Reema Mifta - Komik Keluarga Super Irit
Kenapa aku ingin menjadi penulis?
Ketika ada yang bertanya alasan kenapa aku ingin menjadi penulis. Sebuah pertanyaan simple yang jawabannya panjang. Ada beberapa alasan kenapa aku ingin menjadi penulis.
Pertama. Menulis itu terapi jiwa.
Sejak kecil aku suka menulis. Buku harian bergambar kucing jadi saksi awal coretan penaku.Aku seorang pemalu dan lebih nyaman bercerita pada kertas. Senang, kecewa, suka, marah, dan berbagai jenis perasaan lain selalu aku tuangkan disana. Terkadang bercerita ke orang lain bukan hal yang tepat. Ada hal-hal yang tak bisa atau tak mau diceritakan. Selain itu tak semua orang pandai menyimpan rahasia. Setelah menulis rasanya enteng. Semua unek-unek menguap. Hati plong hari pun kembali ceria.
Kedua. Menciptakan Dunia Sendiri
Terkadang hidup tak berjalan seperti yang dimau. Ada hal-hal yang ingin dirubah. Lewat tulisan kita bisa menciptakan dunia yang dimau. Bebaskan imaji karena penulis adalah Tuhan bagi karakternya. Jika di dunia nyata ada seseorang yang lemah, penakut, dan minderan, di dunia tulisan aku bisa merubah tokoh itu menjadi apapun. Kuat, kaya, atau genit. Semua terserah penulis.
Ketiga. Meninggalkan Jejak yang Menginspirasi
Pernah membaca buku dan berpikir itu gue banget? Atau mengutip kalimat sebuah buku ‘tuk dijadikan status sosmed? Aku ingin menjadi penulis itu. Seseorang yang menginspirasi. Tulisanku mampu mengubah cara pandang seseorang menjadi lebih baik. Jadi ketika aku nanti tak ada, anak cucuku bisa bangga berkata, “Itu yang buat ibu/nenekku.”
Keempat. Jalan-Jalan Gratis
Suatu hari naskahku diterbitkan. Promo buku pun dimulai. Ternyata masyarakat menyukainya. Undangan jadi pembicara pun bermunculan. Akhirnya bisa jalan-jalan gratis berbagi ilmu.
Kelima. Hobi tak terikat.
Menulis adalah kegemaranku. Dimanapun aku bisa menulis. Kamar, dapur, taman, dimanapun. Waktunya pun bebas, kapanpun kumau. Tak ada waktu dan tempat khusus yang mengikat. Bahkan belum mandi, sambil mengasuh anak atau makan pun tak ada larangan. Bebas. Tak ada gelisah meninggalkan keluarga. Rengekan anak tak mau ditinggal. Bisa berhenti kapan pun dimau. Rumah tangga tak terabaikan.
'Dini' Dian Kusumawardhani - Buku Entepanuer, Sebuah Proses menuju Entrepreneur
Kenapa ingin jadi penulis?
a. karena saya dari kecil suka baca, sewaktu SD dulu udah punya "taman baca" yang teman-teman SD bisa ngumpul di rumah untuk baca-baca bareng. Saya sering terpikat dengan buku-buku di era "childhood" dan membayangkan kayanya kok seneng ya jadi penulis, bisa bikin cerita yang imajinatif, mengesankan bahkan membekas di hati setelah bertahun-tahun.
b. karena saya suka menggambar, saya ingin mengilustrasikan buku saya sendiri seperti di buku-buku yang saya sukai. Saat SD dulu, saya sering menggambar di belakang kalender bekas milik kakek saya. Teman-teman SD saat itu ada juga yang pesan dibuatkan gambar-gambar putri-putrian yang roknya bertumpuk-tumpuk. Ah kok seneng ya bisa bikin gambar yang diapresiasi orang lain.
c. karena saya suka membuat sesuatu. Ide-ide di kepala kadang bertumpuk-tumpuk, kalau tidak dikeluarkan bisa pening (khusus untuk buku craft) saya suka coba-coba mendesain ini itu, alhamdulillah kalau ternyata kreasi saya, pola yang saya buat bisa membantu ibu-ibu lain mencari tambahan penghasilan dengan inspirasi dari buku craft yang saya buat.
d. terakhir dan paling penting adalah menulis membuat saya bahagia
Karena bingung, saya pun menambah hadiah menjadi LIMA buku. Berikut adalah nama pemenang berikut hadiah yang akan diterimanya.
Selamat untuk semua pemenang. Nantikan GA selanjutnya dariku ya.
Lestari - Komik keluarga super irit
Mengapa aku ingin jadi penulis?
Pertanyaan itu terkadang juga masih sering mengganggu tidurku. Eh, tepatnya sih bikin aku melamun. Nggak cuma mikirin cowok doank yang bikin melamun kok *halah nglantur*
Pertama, aku ingin berbagi kepada orang lain. Berbagi tak harus materi bukan? Sekiranya kelak tulisanku bisa dinikmati oleh orang-orang. Syukur-syukur menginspirasi. Kalau toh nggak bisa dinikmati khalayak umum, cukup menjadi bacaan anak cucu kelak. Memang sekarang aku belum bisa seperti para suhu. Atau seperti kawan yang satu dua bermunculan dengan buku baru. Tapi di dasar hati ini ada harap untuk punya buku. Walau masih ngos-ngosan dan terseok-seok. Nggak muluk-muluk juga, ingin tembus media untuk artikel perjalanan. Hahaha banyak ya? Iya, banyak! Mungkin itulah caraku berbagi. Berbagi lewat tulisan dari pengalaman yang aku dapat. Setidaknya aku ingin seperti mereka, orang-orang yang terus mendorongku untuk menulis
Kedua, aku ingin mencari tambahan penghasilan. Hahaha matre? Iya, aku matre! Apa gaji kurang gede? Bukan masalah itu juga sih. Aku jujur dan berusaha terbuka saja. Kalau punya buku atau tulisan dimuat kan dapat honor. Lumayan kan buat tabungan masa depan? Setidaknya bisa buat tambah-tambahan buat beli rumah, berlian, tiket pesawat, liburan, mobil *halah kakehan
Ketiga, aku ingin jalan-jalan dari menulis. Ini terinspirasi dari beberapa kawan yang dapat gretongan jalan-jalan gegara menulis juga. Eeeerrrr ngiler maksimal sampe seember deh. Sebenarnya aku ingin ke Eropa, benua itu udah sukses bikin aku melek merem. Ingin sekali menjejakkan kaki di sana walau entah kapan. Eh, tapi namanya bermimpi boleh tinggi, kan? Siapa tau ada lomba menulis, hadiahnya jalan-jalan ke Eropa dan ternyata aku pemenangnya? Aamiin. Muluk-muluk? Enggak! Nggak pernah tahu rencana Tuhan, bukan?
Arleen Amidjaja - Novel Seruak
Aku ingin jadi penulis karena :
1. Bisa jadi sering dapat buku gratisan (dari penerbit dan dari temen-temen penulis yang lain seperti contohnya dari Mom Dian – subliminal message detected :))
2. Jadi penulis lebih gampang daripada jadi tentara dan pegang pen lebih aman daripada pegang pedang (walau pen terkadang bisa lebih tajam? :))
3. Menulis pekerjaan yang flexible, bisa dilakukan di mana saja (di mobil, di tempat tunggu dokter, di antrian bank) dan kalo pas lagi nggak bawa buku, kertas bisa dengan mudah didapatkan (bon parkir, brosur paket check up kesehatan, slip setoran bank)
4. Kalo jadi penulis, bengong itu dianggap mikir. Kalo bukan penulis, bengong dianggap bengong.
5. Buat seorang penulis, membaca adalah kebutuhan. Jadi kalo boros beli buku, nggak terlalu merasa bersalah.
6. Menulis adalah obat antidepresi paling mujarab dan gratis. (Kalo pergi ke psikiater, hanya sembuh sebentar, sewaktu melihat tagihannya, depresinya kambuh)
7. Sewaktu menulis, tulisan kita selalu bisa di-revise, di-rewrite, di-recreate, di-reconstruct (kalo saja hidup juga seperti itu :)), bahkan juga bisa di-recycle. Yah, tulisan memang bisa juga di-reject, tapi setelah di-revise kan tinggal di-resend.
Phalupi Apik Herawati - Komik keluarga super irit
Mengapa aku ingin jadi penulis?
1. Karena buku harian yang diberikan ibuku saat ulang tahun ke-14 disertai tulisan: “Menulislah terus, semoga ini berguna.” Buku harian itu menjadi bukti nyata seberapa cueknya ibuku, dia ternyata tahu aku suka menulis cerpen atau sekedar curhatan galau yang membuat dia tersenyum bangga karena anaknya ternyata punya bakat jadi penulis. Secara tidak langsung buku harian itu juga sebagai pengukuhan jika ibuku mengetahui bakatku sebagai penulis
2. Karena aku emak sensi. Aku sensi melihat keberhasilan emak-emak lain yang memenuhi timeline facebookku dengan promosi-promosi buku mereka. Emak-emak penuh semangat di sela-sela keribetan dan kerempongannya mengurus rumah tangga dan anak-anak masih punya waktu untuk menulis. Aku semakin gerah kalau ada yang tiap bulan mengeluarkan buku atau menang lomba penulisan di blog. Sensi karena mereka bisa jadi penulis yang konsisten dan mengurus rumah tangga dengan baik. Jika mereka bisa, kenapa aku tidak? Keberhasilan mereka sungguh melecut aku untuk memaksimalkan bakat menulisku.
3. Karena aku masuk di jurusan bahasa sehingga cita-cita untuk jadi psikolog hanya bisa aku tuangkan dalam bentuk tokoh di cerpen atau novelku nantinya. Daripada aku putus asa lalu bunuh diri mendingan menulis dan berperan jadi tokoh utama seorang psikolog.
4. Karena aku lagi ikutan GA “Momwriter’s Diary” Mba Dian Kristiani. Meskipun jarang menang kuis tetapi ini bisa jadi langkah awalku mengasah kemampuan dan konsistensi. Mau jadi penulis itu harus berproses tidak bisa tiba-tiba bagus aja gitu sedangkan konsistensi itu bisa dilihat berapa kali aku ikutan kuis dan berapa kali kalah. Kalah dan terus bangkit untuk ikutan kuis lagi. Semoga sih gak konsisten kalah ya. Hahahaha... Kalau menang dan dapat hadiah komik “Keluarga Super Irit” (semoga semesta mendukung kali ini) maka itu akan sangat membatuku mengatur keuangan setelah dapat royalti dari hasil tulisan-tulisanku (aminnn yang kenceng ah biar semesta dengar dan mendukung. Hihihi...)
Reema Mifta - Komik Keluarga Super Irit
Kenapa aku ingin menjadi penulis?
Ketika ada yang bertanya alasan kenapa aku ingin menjadi penulis. Sebuah pertanyaan simple yang jawabannya panjang. Ada beberapa alasan kenapa aku ingin menjadi penulis.
Pertama. Menulis itu terapi jiwa.
Sejak kecil aku suka menulis. Buku harian bergambar kucing jadi saksi awal coretan penaku.Aku seorang pemalu dan lebih nyaman bercerita pada kertas. Senang, kecewa, suka, marah, dan berbagai jenis perasaan lain selalu aku tuangkan disana. Terkadang bercerita ke orang lain bukan hal yang tepat. Ada hal-hal yang tak bisa atau tak mau diceritakan. Selain itu tak semua orang pandai menyimpan rahasia. Setelah menulis rasanya enteng. Semua unek-unek menguap. Hati plong hari pun kembali ceria.
Kedua. Menciptakan Dunia Sendiri
Terkadang hidup tak berjalan seperti yang dimau. Ada hal-hal yang ingin dirubah. Lewat tulisan kita bisa menciptakan dunia yang dimau. Bebaskan imaji karena penulis adalah Tuhan bagi karakternya. Jika di dunia nyata ada seseorang yang lemah, penakut, dan minderan, di dunia tulisan aku bisa merubah tokoh itu menjadi apapun. Kuat, kaya, atau genit. Semua terserah penulis.
Ketiga. Meninggalkan Jejak yang Menginspirasi
Pernah membaca buku dan berpikir itu gue banget? Atau mengutip kalimat sebuah buku ‘tuk dijadikan status sosmed? Aku ingin menjadi penulis itu. Seseorang yang menginspirasi. Tulisanku mampu mengubah cara pandang seseorang menjadi lebih baik. Jadi ketika aku nanti tak ada, anak cucuku bisa bangga berkata, “Itu yang buat ibu/nenekku.”
Keempat. Jalan-Jalan Gratis
Suatu hari naskahku diterbitkan. Promo buku pun dimulai. Ternyata masyarakat menyukainya. Undangan jadi pembicara pun bermunculan. Akhirnya bisa jalan-jalan gratis berbagi ilmu.
Kelima. Hobi tak terikat.
Menulis adalah kegemaranku. Dimanapun aku bisa menulis. Kamar, dapur, taman, dimanapun. Waktunya pun bebas, kapanpun kumau. Tak ada waktu dan tempat khusus yang mengikat. Bahkan belum mandi, sambil mengasuh anak atau makan pun tak ada larangan. Bebas. Tak ada gelisah meninggalkan keluarga. Rengekan anak tak mau ditinggal. Bisa berhenti kapan pun dimau. Rumah tangga tak terabaikan.
'Dini' Dian Kusumawardhani - Buku Entepanuer, Sebuah Proses menuju Entrepreneur
Kenapa ingin jadi penulis?
a. karena saya dari kecil suka baca, sewaktu SD dulu udah punya "taman baca" yang teman-teman SD bisa ngumpul di rumah untuk baca-baca bareng. Saya sering terpikat dengan buku-buku di era "childhood" dan membayangkan kayanya kok seneng ya jadi penulis, bisa bikin cerita yang imajinatif, mengesankan bahkan membekas di hati setelah bertahun-tahun.
b. karena saya suka menggambar, saya ingin mengilustrasikan buku saya sendiri seperti di buku-buku yang saya sukai. Saat SD dulu, saya sering menggambar di belakang kalender bekas milik kakek saya. Teman-teman SD saat itu ada juga yang pesan dibuatkan gambar-gambar putri-putrian yang roknya bertumpuk-tumpuk. Ah kok seneng ya bisa bikin gambar yang diapresiasi orang lain.
c. karena saya suka membuat sesuatu. Ide-ide di kepala kadang bertumpuk-tumpuk, kalau tidak dikeluarkan bisa pening (khusus untuk buku craft) saya suka coba-coba mendesain ini itu, alhamdulillah kalau ternyata kreasi saya, pola yang saya buat bisa membantu ibu-ibu lain mencari tambahan penghasilan dengan inspirasi dari buku craft yang saya buat.
d. terakhir dan paling penting adalah menulis membuat saya bahagia
Langganan:
Postingan (Atom)