Minggu, 11 Februari 2018

Mudahkanlah, maka kamu akan dimudahkan ...

Mudahkanlah, maka kamu akan dimudahkan ...

Seberapa sering kamu mendengar nasihat ini?
Kupikir, apapun agamamu, pasti kamu pernah mendapatkan nasihat bijak ini.

Percayakah kamu akan hal itu?
Aku percaya ...
Dan aku pun percaya sebaliknya. Jika aku mempersulit urusan orang lain, maka hidupku pun akan sulit.
Pernah ngalamin? Pernah ...
Sering? Ngg ... malu ah haha.
Tapi dengan berbaliknya hal-hal itu padaku, membuatku semakin sadar dan paham, bahwa nasihat itu benar adanya.

Aku nggak mau cerita tentang pengalamanku yang sulit-sulit ah. Aku mau cerita tentang pengalamanku yang dimudahkan aja.
Dari pengalaman itu, aku jadi tahu, semua yang kamu lakukan, akan berbalik padamu dan tunai! Nggak pakai ngutang, hehe. Jadi, berhati-hatilah dalam bersikap.

Pada suatu hari nan sepi nan panas terik melanda, aku dan suamiku sedang leyeh-leyeh di rumah. Itu hari terakhir puasa. Suasana perumahan sudah sepi buanget. Semua mudik, kecuali tetangga depan rumah yang memang asli orang Sidoarjo dan non muslim.
Nah, pas aku leyeh-leyeh, aku mendengar si tetangga itu nyetater mobil. Rupanya, doi sekeluarga mau keluar. Mungkin halan-halan.
Tapi pas di depan rumah, kok mobilnya mogok. Aku lalu ngliat dari jendela kamar, si ibu mendorong mobil sementara bapaknya nyetir. Nampaknya akinya soak deh.
Aku buru-buru bangunin suamiku yang tidur-tidur ayam. Kukasih tau kalo tetanggaku mobilnya mogok, kasian mosok cewek ndorong sendirian. Anaknya masih kecil2 pula.

Suamiku pun bergegas keluar, bantu ndorong, dan alhamdulillah mobilnya nyala. Ternyata benar, memang akinya soak. Dan mereka memang mau keluar sekalian beli aki.

Besoknya, kami ke Semarang. Pas hari H lebaran, lalu lintas lancar jaya.
Saat di Semarang, kami ngobrol sampai malam di rumah orangtuaku. Pas udah kelar ngobrol, kami pamit mau bobok di hotel.
Nah, pas pulang itulah, karena kondisi perumahan yang diportal sana sini, aku dan suamiku keasyikan ngobrol. Suamiku mundurin mobil, dan jreng ... jreng ... mobil kami masuk ke parit besar yang lebarnya seukuran mobil kami.
Huhu, separoh mobil kami (bagian belakang) terperosok ke parit. Anak-anak ketakutan, pada keluar lewat pintu depan.

Ya Allah, panik banget. Itu udah malam. Aku balik ke rumah, minta tolong sama Papah. Aku tanya apa ada tetangga kanan kiri yang bisa dimintain tolong. Oalah, tetanggaku udah pada tidur, Papahku nggak enak kalo ngebangunin orang. Mana tetanggaku ya udah kewut-kewut semua seusia papahku huhu.

Aku dan suami + papahku hanya bisa diam melihat mobilku terkatung-katung di parit.
Trus ada satu mobil lewat, dan mereka cuma melirik tanpa peduli. Huhu.
Tapiiiii, tiba-tiba ada satu mobil kecil, lewat dan berhenti. Isinya satu cowok imut + istrinya + 2 balita.

Si cowok imut ini nanya, ada apa? Trus dia melihat kondisi mobil kita sambil melihat ke suamiku dan Edgard.
Trus dia bilang, "Bisa. Ayo kita angkat sama-sama,"

Akhirnya, tiga cowok itu mengangkat buntut mobil bersama-sama,  satu ... dua ... tiga!! Mobil kami pun keluar dari parit. Horee ... alhamdulillah.

Setelah menolong kami, si cowok itu dadah dan pamit. Tak terkira rasa syukur dan terimakasihku padanya. Mulutku sampai berulangkali bilang, "Makasih ya Pak, makasih ya Pak, Tuhan yang bales kebaikan Bapak,"

Ya iyalah. Dia bisa aja nggak peduli dan nggak berhenti, seperti mobil pertama yang cuek bebek. Tapi, dia memilih berhenti dan menolong kami.

Setelah kami melanjutkan perjalanan, suami noleh ke saya dan bilang, "Inget ndak kemarin aku ndorong mobil tetangga depan? Sekarang, kita ditolong orang. Tanpa kesulitan,"

Huhu, iya ya. Kalau kebaikan langsung dibayar tunai, maka demikian juga dengan keburukan.
Aku jadi lebih berhati-hati dalam bersikap. Karena apa yang aku lakukan, kebaikan maupun keburukan, sebenarnya aku sedang melakukannya untuk diriku sendiri.

Sekian dan semoga ada hikmah yang bisa diambil.