Rabu, 29 April 2015

Intip isi buku "Princess Shalehah" yuk. Ini buku duet bareng Ina Inong ^^



Ketika beberapa penulis sibuk mengumpat seri princess-princess dari luar negeri, saya nggak mau ikut-ikutan.
Buat saya, untuk apa mengumpat kalau kita nggak melakukan sesuatu.
Saya ingin melakukan sesuatu, meski itu hanya secuil.
Saya ingin menjadi lilin, yang menerangi kegelapan, meski hanya samar-samar.

Anak-anak, terutama cewek, amat suka princess-princess-an. Kita tak bisa memungkiri hal itu. Meski anak saya cowok, tapi saya tahu bener betapa "heboh"nya anak cewek kalau melihat segala hal yang berbau princess.

Dari situ saya berpikir, mengapa saya tidak menyediakan bacaan princess yang sekaligus menanamkan akhlak Islami pada anak-anak?
Menjadi seorang princess, tidak harus identik dengan cantik, mewah, sombong, dan kaya raya.

Seorang princess, adalah manusia biasa yang tetap harus taat pada Allah SWT.

Kali ini, saya menggandeng teman baik saya, Ina Inong, untuk mendampingi saya menulis buku ini.
Siapa tak kenal Ina Inong? Imajinasinya luar biasa ^^

Yuk, dibeli di seluruh toko buku Gramedia. Bisa juga didapatkan di Gramedia online dengan diskon 15%.

Judul buku  : Princess Shalehah 1 (bakal ada yang ke-2 lho)
Penulis        : Dian K dan Ina Inong
Illustrator    : Innerchild Studio
Jumlah hal  : 105 halaman full color
Harga          : Rp85,000 


Kita intip isinya yuk ^^  daaan monggo dibeli di Gramedia terdekat ^^

























Intip is buku "20 Dongeng Tanda Sayang" yuk ^^


Judul buku : 20 Dongeng Tanda Sayang
Pengarang  : Dian Kristiani
Penerbit      : Tiga Ananda - imprint Tiga Serangkai

Dalam sehari-hari, anak sering sekali mendapat nasihat dari orangtuanya.
Kamu harus begini ...
Kamu harus begitu ...
Jangan begini!
Jangan begitu!

Anak-anak tentu jengkel, marah, dan bahkan lalu membantah dan bersikeras.  Orangtua pun tak mau kalah, anak semakin dinasihati ini itu, tanpa menjelaskan apa sebenarnya maksud di balik nasihat-nasihat orangtua.

Nah, lewat buku ini, saya bermaksud sedikit "menjelaskan" pada anak-anak, bahwa nasihat-nasihat orangtua, semuanya adalah untuk kebaikan si anak. Nasihat-nasihat itu diberikan, karena orangtua amat menyayangi anaknya.
Tak ada orangtua di muka bumi ini yang tidak menyayangi anaknya, kan?

Ini saya kasih bocoran satu cerita ya ^^




Happy reading ^^

Selasa, 21 April 2015

Ensiklopedia Negeriku : Permainan Tradisional



Judul buku : Ensiklopedia Negeriku - Permainan Tradisional
Penyusun   : Dian Kristiani
Ilustrator    : Wawan Kungkang 
Penerbit     : BIP
Tebal          : 130 halaman full color
Berat          : 400 gram
Harga         : Rp. 75,000

Sekarang ini, anak-anak sudah semakin jauh dari permainan tradisional. Yah, mau gimana lagi. Era gadget membuat anak-anak diam dan terpaku di depan gadget masing-masing.
Main gadget berlebihan, tentu ada dampak negatifnya ya. Baik dari segi kesehatan, hubungan sosial, dan mental.

Tapi, apa yang harus dilakukan anak jika tidak bermain gadget? Mereka juga bingung kan kalau gadgetnya kita ambil, tapi kita sebagai orangtua tidak menyediakan solusi lain?

Nah, buku ini membantu para orangtua, juga anak-anak, untuk menemukan kembali "jati diri" sebagai anak-anak dan sebagai manusia. Yaitu, bermain dan bersosialisasi.

Buku ini memberi informasi pada kita semua, bahwa masih banyak permainan yang mengasyikkan, yang bisa membuat kita semua bergembira, sekaligus menyehatkan badan dan jiwa. Selain itu, mudah dan murah.

Mau tahu isinya? Kita intip sebagian yuk ^^







Happy playing, happy laughing together!


Sabtu, 11 April 2015

Main-main dengan "Show don't tell"

Beberapa hari yang lalu, saya mengajak teman-teman di Komunitas Penulis Bacaan Anak, untuk main-main dengan show don't tell.

Mengenai show don't tell sendiri, definisi menurut wikipedia adalah sbb:
Show, don't tell is a technique often employed in various kinds of texts to enable the reader to experience the story through action, words, thoughts, senses, and feelings rather than through the author's exposition, summarization, and description. The goal is not to drown the reader in heavy-handed adjectives, but rather to allow readers to interpret significant details in the text.

Nah, saya mengajak teman-teman di KPBA untuk menjabarkan kata "miskin" dan /atau "galak" dalam sebuah paragraf.
Saya berbaik hati (tumben) menyediakan hadiah pulsa untuk dua terbaik. Hehe, dan yang ikut main-main latihan pun bejibun!

Saya lalu meminta tolong pada Mbak Ary Nilandari yang baik hati, untuk membuatkan contoh show don't tell yang "nendang" dan tidak klise.
Berikut adalah summary saya dan Mbak Ary.

***

Kita (saya juga) terbiasa menjabarkan "miskin" dengan : mengais sampah, tukang becak, buruh cuci, tas kumal, sepatu usang, nasi garam dst.
Pertanyaannya, apakah hal-hal seperti itu cukup kuat untuk memikat hati pembaca dan membuat mereka meneruskan membaca karya kita?

OK, mungkin teman bisa berkilah.
"Lho, kan memang gitu. Orang miskin kan nggak bisa beli sepatu. Wajar dong kalau saya bikin cerita sepatunya bolong, jebol,"

Hoho, kamu benaaaar. Waktu saya kecil juga sepatu saya bolong di jempol dan ortu saya ga mampu belikan.
Tapi, ada cara yang "lebih" lagi dalam menceritakan sepatumu, yang bukan hanya sekadar jebol, jempol nongol, kusam.
Nggak percaya? Yuk kita baca contoh dari Mbak Ary tersayang.

Baru kali ini Samsul mendengar ada adu sepatu paling bau.
Tidak, kamu tidak salah baca. BAU. Dan ada yang mau membayar berapa pun untuk mendapatkan sepatunya.
Samsul sudah menjelaskan ia cuma punya sepasang. Sepatu empat musim yang jarang mandi. Muntahan adik, pipis kucing, dan terutama keringat kakinya. Terasi saja kalah bau. Kecoak pun mati waktu nekad masuk. Samsul sudah menghitung celengannya, belum cukup. Mungkin tak akan pernah cukup karena sering dipinjam Kakak buat ongkos angkot. Ayah bilang, akan membelikan segera. Segera itu berarti kalau ada pembeli anyaman sabut kelapa di zaman tali plastik menjadi raja.
Tapi sekarang, ada lomba itu dan ia yakin bisa menang.


See? Bisa lihat perbedaannya, kan? Sama-sama sepatu. 
Dan lihat juga profesi ayah yang dipilih Mbak Ary. Bukan tukang becak, jual gorengan, buruh cuci, hehe.

Saya sendiri, sering menengok ke sekeliling saya. Miskin itu yang kayak apa?
Dan saya bisa melihat, ada guru PAUD/TK yang gajinya hanya 300 ribu sebulan. Apa cukup tuh untuk hidup? Tentu tidak, dan beliau miskin.
Sedangkan ART? Sebulan bisa dapat 1.5 juta jika dia kerja di tiga rumah @2 jam.

Jadi, kita perlu melihat kondisi kekinian, melihat ke sekeliling kita. Tentu nggak bisa digeneralisir, Tapi rasakan saja, feel it.

OK.
Sekarang, kita beranjak ke "galak".
Menurut Mbak Ary, galak itu nggak hanya ngomel, marah2 melulu. Tapi, galak itu membuat perasaan orang lain jadi kecil. Pokoknya ngeliat sosoknya aja, kita langsung menciut. Rasanya pengen ngumpet aja lah kalau ketemu dia.
Saking galaknya, nggak harus ketemu fisik dengannya. Ngeliat post it yang ditempel olehnya saja kita jadi kelimpungan.


Contoh dari Mbak Ary di bawah ini, jujur saja membuat saya bergidik hehe (jiwa anak kecil saya membayangkan betapa seremnya si Tante).
Jadi sekali lagi, harus ada "rasa", harus ada "emosi".

Sam memastikan lagi.
Oke, rambut sudah disisir bolak balik. Kerah kemeja tidak mencuat. Ketiak tidak basah.
Hmm... wangi malah. Kuku pendek. Garis lipatan celana bisa untuk memotong kue. Sepatu bisa untuk becermin.
Ia masuk dengan dada membusung.
Kali ini, sekali ini saja, tak ada peluang bagi Tante Jenna untuk membuatnya ciut sekecil kutu.
Ia, Sam, the future leader...dan...ia terpaku.
Tante Jenna tak ada di ruangannya. Tapi selembar post-it merah di papan pesan langsung tertangkap mata.
"Pk.10.00? J."
Dan Sam merasa lebih kecil dari kutu sekarang.
Satu jam terlambat.
Kertas merah itu akan terus membayang di mata lebih dari suara Tante Jenna yang berdenging di telinga.


So? Happy reading, happy writing!
Show don't tell sendiri kalau dilihat, mirip dengan deskripsi ya. Tapi kalau deskripsi, tidak melibatkan emosi. Nggak ada "rasa". Apa yang terlihat, ya itu yang ditulis.  Show don't tell kalau buat saya, deskripsi plus plus :D
Describing, plus showing, plus senses, plus emotions.

Berikut ada tambahan penjelasan dari Mbak Ary Nilandari:

Menulis juga ibarat main game, ada level-level yang harus dilalui.
Deskripsi adalah komponen fiksi paling sulit dan sering dihindari penulis. Lebih mudah bikin dialog, bukan?
Ini beberapa
level deskripsi:

1. Basic, literal, membosankan kalau keseringan dipakai:
Anak itu miskin.
Bu Guru galak.

2. Melibatkan mata dan telinga. Kalau penulis enggak kreatif, akan jatuh pada klise dan stereotipe:
Sepatu bolong, tukang becak, makan sepiring berlima, suara menggelegar, dst.

3. Menggunakan pancaindra, lebih menarik, apalagi kalau penulis dapat menangkap hal-hal baru atau yang biasa luput dari pengamatan.
Tikar yang bikin gatal, sofa yang menjerit saat diduduki, susu yang terasa hambar saking encer, detail yang jadi omelan dan menimbulkan kemarahan.

4. Melibatkan pancaindra dan emosi pembaca. Contoh di atas itu.

Dalam satu cerita, keempat level deskripsi bisa dikombinasikan untuk memberikan efek seperti roller coaster ride. Sekalinya emosi pembaca sudah terlibat, berikutnya kita bilang dengan cara basic/literal pun, deskripsi tetap mengena.

OK, sip?



Picture taken from www.clipartpanda.com

Kamis, 09 April 2015

Mengeluh ...

Siapa bilang perempuan nggak boleh mengeluh?
Boleh dong.
Namanya juga manusia. Kalau Wonder Woman, nah itu dia nggak boleh ngeluh. Wong sudah pakai baju ketat gitu, bisa terbang, kok masih ngeluh.  Bisa dicabut sertifikasinya sebagai super hero.

Di socmed, seringkali saya melihat perempuan mengeluh.  Sah-sah saja.
Ada yang mengeluhkan masalah anak, dan meminta solusi. Nah ini keluhan yang keren. Karena sekalian para pemirsa (kayak saya) bisa belajar.
Misal :
Duh, anak saya nggak bisa BAB udah tiga hari ini. Ke dokter sudah, dikasi Microlax dan Lactobe. Tapi setelah obatnya habis, nggak bisa BAB lagi. Saya stress! Anak saya jadi nangisan. Gimana ya?

Keluhan semacam ini, biasanya akan ditanggapi rame-rame. Ada yang menyarankan ini, itu dll. Jadi para pembaca bisa belajar.
"Oooh, lain kali kalau anakku susah BAB, aku bisa mencoba cara A, cara B dst,"

Namun hati-hati.
Kadang, kita kaum perempuan (ibu-ibu) sering kebablasan dalam mengeluh, sehingga tidak sadar telah membuka aib keluarga kita sendiri.

Contohnya gimana?
"Sulungku bikin keki. Semalam dia bau rokok. Ternyata, dia merokok bareng teman-temannya. Padahal dia ngakunya pergi belajar, namun malah nongkrong di kafe,"

Bu ibu, hati-hati ya. Kalau anak Ibu membaca status yang kayak gini, bagaimana perasaanya?
Jika ibu-ibu ingin mencari solusi untuk anak yang membohongi ibunya, monggo diskusikan dengan suami, keluarga, atau psikolog bahkan ustadz.
Kalau diumbar di socmed, rasanya kayak menorehkan arang di wajah anak kita sendiri. Tega?

Contoh lain lagi.
"Harga-harga semakin mahal, padahal uang belanja nggak naik. Hidup harus mengetatkan ikat pinggang!!!!! Kalau begini terus, stress!"

Tettooot, sekali lagi ... hati-hati Bu.
Kasihan suami kita yang sudah bersusah payah mencari nafkah, Memberikan seluruh nafkahnya pada kita, dan kita mengeluh di socmed? Dibaca ribuan orang, menunjukkan ketidakmampuan suami kita dalam menyenangkan dan mencukupi istrinya?
Bagaimana perasaan suami kalau melihat istrinya "lapor" pada dunia, bahwa hidup mereka sedang sulit? Bahwa mereka sedang mengetatkan ikat pinggang?

Saya dulu dilahirkan dari keluarga miskin. Miskinnya kaum perkotaan.
Untuk makan, kami sering dibantu sama tetangga yang punya toko kelontong. Mungkin dia prihatin, melihat Ibu dan 6 anaknya yang nampak kurus-kurus hehe. Gampangnya, kami diberi kemudahan dalam berbelanja.


Yang saya ingat pasti dari omongan Ibu saya waktu itu, jangan mengumbar masalah keluarga.
Jangan sampai orang luar tahu (dari mulut kami sendiri) bahwa kami ini susah. Apalagi kalau sampai mengeluhkan Ayah yang begini, begitu, nunggak SPP dll. Pamali.

Ibu tak pernah mengeluh sedikit pun. Dia bahkan memasak apa saja untuk dijual.
Enting-enting, widaran, kue pia, kerupuk (sampai sekarang ibu saya masih nggoreng dan menjual kerupuk bungkusan).

Ibu saya nggak pernah ngomong ke tetangga "wah hidup semakin sulit ya"

Ibu hanya terus bekerja keras, jualan sana sini naik sepeda onthel, dan tetap memiliki martabat sebagai istri dan ibu.  Tanpa keluhan, membuat orang mengacungkan jempol padanya.

Jadi, mari berhati-hati dalam mengeluh di socmed maupun di dunia nyata. Dipilah dan dipilih, mana yang akan mempermalukan keluarga kita, dan mana yang tidak.

Saya, di masa lalu, juga sering mengeluhkan perilaku anak. Namun seiring dengan berkembangnya waktu, saya belajar menguranginya. Mereka punya hak untuk dilindungi martabatnya. 
Apalagi suami. Wah, nggak berani saya mah. Kalau sudah menyangkut nafkah dan keuangan, saya tak berani ngomong secuit pun hehehe. Saya tahu kerja kerasnya pagi sampai malam, mosok saya tega bikin status "Duit 50rb sekarang ndak ada artinya. Huhuhu, gimana ini?"

Intinya, jagalah martabat keluarga kita. Di mana pun, kapan pun. Kayak teh botol itu loh.







Disclaimer :
Postingan ini bukan melarang ibu-ibu untuk ngeluhin duit belanja lho. Hihihi, tapi hati-hati saja jangan kebablasan. Oke sip?








Minggu, 05 April 2015

Party Pooper



Hmm, party pooper.
What kind of monster is it?

According to Urban Dictionary, party pooper is "A person who ruins a party by either stopping the fun or not participating in a certain activity".

Are you a party pooper?
"Ah, I don't like party. How can I be a party pooper if I never attended any party?"

Don't get wrong.
Party poopers don't need to attend a real party. They can be everywhere. And now, the trend is, on social media.
Let's say, facebook.

I really hope you are not one of  them. Of course, you are not. You are my friends, and as long as I know I don't have party pooper friends.

But I see some party poopers around my friend's posts. Usually, they ruin my friend's happiness by commenting something against the post.

For example:
A mother posted some photos showing her daughter's fashion designs. Her daughter is still 10 or eleven, so I think she's amazing (considering I'm 40 and I can not do any fashion design haha).
Then, a party pooper showed up and commented that the designs are too bla bla, don't reflect Islamic style bla bla, and you (the mother) should teach your daughter to designs something more bla bla bla.

BLAAAM.
The mother's happiness ruin in a second.

Another case.
A newbie writer posted that she challenged herself in writing. One day one story. And then she could do that!
She was really happy and shared her happiness.
Then, a party pooper (like jelangkung, which is datang tak diundang pulang tak diantar) showed up.
She commented why you're so happy about writing? How about your holy book? Why don't you challenge yourself in reading your holy book by heart, one page per day?

BLAAAM.
The newbie writer's happiness ruin in a second.

I don't know why these kind of people exist.
But let's do positive thinking about them. Maybe they want to share positive things to others. Maybe they think it's good to give advice so others can walk on the right tracks.
 

Then I remember what Imam Syafi'i said, "Sesiapa yang menasihatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasihatimu. sesiapa yang menasihatimu di khalayak ramai, ia sebenarnya sedang menghina kamu."


Sigh ... I hope I will never have party pooper in my friend lists. Hihihi.

How about you? Do you have one?  If you have one, tell her/him directly that you don't like what she/he did to you.



Jumat, 03 April 2015

Ngintip isi komik "Akhlak dalam Al Quran" yuk ^^

Sebentar lagi, komik ini akan terbit.  Alhamdulillah, horee ^^

Komik ini dikerjakan dengan cakepnya oleh Mas Wawan Kungkang, berdasarkan storyline yang saya buat bersama Aan.

Ceritanya, Aan ngajakin saya bikin komik lagi, menyusul kesuksesan komik "Sunnah itu Mudah" yang terjual 1600 an copies dalam waktu empat atau lima bulan (ya sekitar segitulah, pokoknya ga sampai satu semester. CMIIW, Aan).

Saya suka kerja bareng Aan. Dia pinter, hihihi. Selain itu, rajin. Tau-tau udah selesai saja naskahnya. Padahal, Aan kan sibuk jadi freelance editor juga. Mommy rempong juga tuh.

Singkat cerita, inilah covernya. Taraaaa ...

Mas Wawan membuat komiknya dengan amat lucuuu. Mas Wawan ini orangnya asyik. Rajin nyolek-nyolek saya jika ada yang bikin dia galau. Trus, dia juga pinter berinisiatif menciptakan adegan yang heboh, lucu, dan lebay. Kadang saya malah nggak mikir segitunya. Pokoknya doi mah all out deh.

Penasaran apa dan gimana isi komik ini? Mau kukasih bocoran satu cerita? Tapi janji, beli yaaa. Cetakan pertama buku ini akan diluncurkan sebanyak 7500 copies, mengingat besarnya animo masyarakat akan buku Islami yang mudah dicerna anak-anak (juga dewasa nih).

Ini contoh satu cerita ya.



Semoga cerita-cerita dalam komik ini, bisa menyemangati anak-anak (juga orangtuanya nih) untuk berakhlak yang baik, sesuai tuntunan ajaran Islam yang indah ^^