Minggu, 15 Desember 2013

Kue Bola Cokelat

Kue yang ini gampang banget bikinnya. Aku sering bikin, dan bahkan Edgard pun bisa membuatnya.

Biasanya, kami membuat dari sisa-sisa biskuit yang sudah tak termakan. Tahu sendiri, kan? Anak-anak kalau makan Biskuat, atau roti marie, biasanya ada sisa yang dibiarkan begitu saja. Disuruh ngabisin ogah, dan akhirnya disimpan aja di dalam toples. Lama-lama, biskuit sisa pun menumpuk.

Demikian juga kalau habis Lebaran. Kadang, ada aja yang memberi Monde, atau Khong Guan. Dan anak-anak selalu memilih yang enak-enak, dan meninggalkan yang nggak enak-nggak enak, haha.

Mari disulap saja deh biskuit sisa ini.

Hancurkan mereka sampai lembut, kalau malas sih bisa pakai blender. Wus wus wus, langsung jadi serbuk.
Lalu, uleni dengan susu kental manis, dan mentega cair (sesendok makan mentega yang dicairkan). Uleni saja sampai bisa dipulung bentuk bola.

Setelah jadi bola, gulingkan di atas meises. Jadi deh ^^

Oya, kalau punya kacang sisa Lebaran, bisa juga lho dimasukkan. Remuk aja kacangnya sekalian. Rasanya jadi enak deh.

Ini penampakan jadinya. Huenak banget! Meisesnya jangan pake yang murahan ya, karena meises yang enak akan menutupi rasa biskuit yang ga enak (tau sendiri kan, rasa biskuit Khong Guan kayak apa hehehehe).

Happy cooking ^^

Sabtu, 14 Desember 2013

Panekuk isi Vla Cokelat yang Yummy ^^

Entah apa yang terjadi pada diriku. Rasanya akhir-akhir ini aku kerasukan roh memasak, hahaha. Pengen nyoba ini dan itu, tapi tentunya yang terjangkau. Maksudku, terjangkau dengan akal pikiranku. Tentu, nggak mungkin aku pengen membuat rainbow cake, atau cookies yang cantik-cantik.
Selain nggak punya oven, otakku juga lemot untuk mencerna aneka ingredients yang asing di telingaku. Jadi, milih yang gampang aja deh bahan-bahannya.

Di rumah, aku selalu sedia terigu, telur, dan mentega. Itu barang wajib. Maklum, tiap hari makan roti tawar jadi harus ada mentega. Tiap hari nggoreng telur, jadi kudu ada telur. Dan terigu aku gunakan untuk simpenan aja sih.  Kalo nemu pisang, kan bisa bikin pisang goreng. Ada sayuran sisa, kan bisa bikin bala-bala alias bakwan sayuran.

So, apa resep yang mudah tapi yummy?
Ada satu lagi resep dari Omaku yang amat aku gemari. Yaitu panekuk!
Kalau orang sekarang sih bilangnya, kue dadar. Isinya vla. Bisa vla kuning rasa vanila, bisa juga vla cokelat.

Nah, karena beberapa saat yang lalu aku mendapat oleh-oleh cokelat bubuk yang cukup banyak dari Mbak Renny Yaniar (dari pameran cokelat), maka aku memutuskan untuk membuat panekuk isi vla cokelat. Ternyata, tak sesulit yang kukira kok.

Untuk kulitnya, juga mudah.
Campurkan cokelat bubuk dan terigu +/- 300 gram, kasih gula dikiiit dan susu cair + air. Aduk-aduk sampai tidak mringkil. Lalu, masukkan satu butir telur. Aduk-aduk terus sampai adonannya mulus. Ingat, tidak encer, tidak juga terlalu kental. Secukupnya, seperti di foto ini.


Lalu, panaskan pan teflon 20 cm, dan olesi dengan mentega (pakai kuas *ya iyalah*)
Setelah pan panas, dadar deh satu per satu kulitnya. Sayang, aku kurang lama mendadarnya, jadi kulitnya kurang ada efek "totol-totol". Biasanya, panekuk yang dibuat Oma dan Mamaku, kulitnya bertekstur totol. Punyaku agak licin, tapi gapapa yang penting enak. Namanya juga pengalaman pertama, kan?


Setelah kulit sukses (nggak sobek, hehe), maka mari membuat vla.
Huahaha, lagi-lagi sih nggak pakai takaran. Ilmu kira-kira. Maklum ya, aku nggak punya timbangan, dan aku pakai feeling aja.

Jadi, aku mencampur bubuk cokelat dan terigu, dan gula. Kuaduk sampai rata, lalu kuberi susu cair dan air. Kuaduk terus sampai rata. Nah, adonan untuk vla ini malah harus encer. Kalau kita tarik, kudu bunyi "krucuk krucuk" gitu.

Cicipi dulu, udah manis kah? Kalau sudah manis, silakan ditaruh di atas kompor api kecil, sambil terus diaduk.

Saat adonan mulai panas, dia akan mulai mengental. Jika kamu merasa terlalu kental (ngaduknya berat euy) maka kamu bisa menambahkan air (awas, cicipi juga kemanisannya. Jangan sampai rasanya jadi kurang manis gara2 kita tambahkan air melulu).

Sebaliknya, jika kamu merasa kok encer terus dan nggak kental-kental? Matikan dulu apinya. Lalu ambil satu atau dua sendok terigu, cairkan dengan sedikit air. Masukkan cairan terigu tadi ke adonan di atas kompor tadi. Nyalakan lagi kompornya, aduk lagi.

Wes, pokoke pake ilmu kira-kira deh ^^

Setelah kekentalan cukup, dan adonan sudah blekutuk-blekutuk alias meletup-letup, matikan kompor.
Lalu, ambil satu sendok mentega, dan teplokkan (apa sih bahasa Indonesianya) di atas adonan, dan aduk.
Apa fungsi mentega ini?
Tak lain tak bukan agar penampilan vla mu ciamik. Mengilat, menggoda iman hihihi.



Selesai sudah prosesnya. Gampang kan? Paling cuma butuh waktu satu jam kok untuk masak ini. Yang agak lama cuma proses bikin kulitnya. Kan kudu mendadar satu per satu.

Setelah itu, taruh vla di atas kulit, dan gulung deh. Masukkan ke lemari es, karena kalau dimakan dingin jauuuuh lebih nikmat.

Oya, nyimpennya dalam wadah tertutup ya. Kalau nggak, nanti kulitnya bisa kena angin dan agak keras. Kalo ditaruh wadah tertutup, tetap mak nyus.

Masalah model melipat dan menggulung, bebas saja. Yang kulakukan di sini mencontek model original dari Oma ku dulu. Hanya digulung tok. Nggak dilipat-lipat.

Happy cooking ^^

Rabu, 11 Desember 2013

Unfriend!




Sejak maraknya aneka social media, jaringan pertemanan kita semakin luas. Dari yang tak kenal, jadi kenal.  Bisa kenal dekat, bisa juga kenal anjing alias kenal dengus-dengus doang.
Pertemanan di social media, tahu sendiri kan ya kayak apa?
Kadang hangat, dan kadang rusuh.
Dan kalau pas rusuh, ada gerakan yang bener-bener trend, yaitu unfriend.
Pernahkah kalian meng-unfriend seseorang dari FB? Or any other socmed?

Saya pernah. Dua kali.
Sebetulnya, nggak bisa dibilang unfriend juga sih. Soalnya mereka juga bukan friend saya, dalam artian saya nggak kenal lho dengan mereka. Mereka sekadar ada di contact list saya.  Jadi, kalau saya “menyingkirkan” mereka, nggak apa-apa kan? Kenal juga kagak. Ngobrol? Nihil …

“Korban” pertama saya unfriend karena saya gerah tiap kali membaca statusnya yang muncul di wall saya.
Statusnya selalu ngomongin soal duit, dan bonus-bonus yang dicapainya dari bisnis MLM.
Bahkan, tak jarang dia meng-screen shoot  mutasi rekening BCAnya untuk menunjukkan incoming puluhan juta ke rekeningnya.
Mengapa saya unfriend? Sirik ya? Nggak bisa punya penghasilan segitu?
Hihihi, bisa jadi. 

Yang jelas, saya eneg kalau melihat orang posting hal-hal yang terlalu privacy sih menurut saya. Well, OK lah tuduh saja saya iri. Soalnya saya juga bingung, kenapa saya unfriend dia ya? Yang jelas ya eneg. Gitu aja. Aneh ya, padahal kenal juga kagak.
Mungkin karena dia juga sibuk menyanjung MLM-nya dan melecehkan profesi lain seperti tukang bakso, pegawai bank dll. Entah. 

Bagaimana dengan “korban” kedua?
Nah ini aneh juga. Saya juga nggak kenal orang ini. Kebiasaan buruk saya, asal accept jika ada friend request. Habisnya, saya takut kalau itu fans saya (hihihi). Nanti kalau nggak saya accept, ntar saya dibilang sombong.
Si orang ini, tiba-tiba statusnya muncul di wall saya dan WOW!
Dia bilang bahwa sedang pengen “begituan”, and you know what I mean ya.
Penasaran, saya lihat di TL nya. And lagi-lagi wow wow and wow!
Ada foto-foto syur, dan kalimat-kalimat yang “mengenaskan”. Huahahahahaha. Blais! Langsung tanpa ba bi bu. Unfriend!!

Nah, bagaimana dengan kalian?
Apakah pernah unfriend juga? Mengapa?

Kalau untuk orang-orang yang kukenal, saya nggak pernah unfriend. Karena menurut saya sih, yang namanya berteman pasti ada up and down nya kan? Ada kalanya kita rukun, ada kalanya kita jutek-jutekan. Nah, masa sih hanya karena jutek-jutekan kita mau unfriend? Ntar kalo baikan lagi gimana? Malah aneh …

Tapi sebenarnya, buat apa juga lho unfriend teman? Kalo mau real unfriend, ya hapus saja dia dari hatimu. Cieeh … selesai kan? Daripada menghapus dia dari pertemanan, terus dia nyadar, dan dia berkoar ke sana ke mari “Heiii, aku diunfriend ama dia. Dasar pengecut, bla bla bla!”
Lebih baik, unfriend di hati saja. Beres. Bukankah hati orang tak ada yang tahu?

Jadi, ada dong orang-orang yang ku-unfriend dari hatiku?
Uhuk … nggak dong. Kan aku orang yang baik hati ^^
So, how about you?

Minggu, 08 Desember 2013

Resoles Ragout, ternyata aku bisa!

Entah apa yang terjadi pada diriku. Beberapa hari terakhir, aku benar-benar ngidam makan resoles ragout yang enak. Yang HARUS benar-benar enak, seperti yang biasa disajikan dulu oleh nenekku.

Sedikit tentang nenekku. Beliau adalah anak orang kaya di masanya, dan bukan orang Chinese totok yang masih, well you know what I mean, berponi dan pake celana silat. No, nenekku nggak kayak gitu.

Tuh, penampilan nenekku saat masih imut, diapit oleh dua kakak laki-lakinya. 



Nenekku berpendidikan Belanda, dan dia pakai gaun dan topi ala wanita-wanita Eropa dan hi heels yang menawan. Jadi, otomatis, selera makannya pun yang berbau-bau Belanda.

Nah, saat aku kecil dulu nenekku kadang memasak yang enak-enak begini. Kenapa aku bilang kadang? Karena saat itu nenekku sudah bukan orang kaya lagi, hihihi. Jadi, kadang-kadang saja beliau masak enak. Salah satunya resoles ragout.

Singkat cerita, karena aku demikian ngidam parah, maka aku memutuskan akan membuat sendiri resoles ragoutku! Hebat ya, horeee. Dian yang cuma bisa masak oseng-oseng dan cah, mau masak resoles ragout! *plok plok plok*

Maka, mulailah aku BBM mamahku. Dari beliau, aku mendapat resepnya bla bla.
Inti dari resep masakan berbau "londho" itu sih sebenarnya gampang. No bawang putih!
Yang digunakan hanyalah bawang merah yg ditumis mentega (or bombay, tapi lebih sedap bawang merah yg kecil-kecil) dan merica + pala, serta daun bawang besar + seledri.

Kalian bisa coba deh basic bumbu ini untuk bestik, dan sup ayam/daging. Haujek!

Kembali ke resoles ragout.

Saya pun memberanikan diri untuk uji nyali bikin resoles ragout ini. Belanja belanja, dan sampai nggak bisa tidur mikirin hari H di mana saya akan membuatnya. Lebay? Yes, I am very lebay. Habis gimana ya, ini kan pengalaman pertama masak yang "aneh".

Mama saya tidak memberi takaran detil berapa gram, berapa sendok dll yang harus saya pakai. Jadi, saya mengandalkan ilmu kira-kira dan feeling. Ternyata, rasanya enak kok!

Cara membuatnya begini:
Tumis bawang merah (secukupnya) dengan mentega. Setelah harum, masukkan potongan wortel rebus (saya pakai 1 wortel ukuran besar) dan suwiran ayam rebus. Sreng sreng sreng, lalu tambahkan +/- 150 ml kaldu ayam (sisa rebus ayam tadi) dan +/- 200 ml susu cair Ultra.
Sementara itu, cairkan +/- 5 sdm terigu, dengan air. Kekentalannya sih kira-kira saja, yang penting biar nggak mringkil-mringkil.
Nah, setelah si adonan kaldu susu tadi mendidih, masukkan cairan terigu tadi sambil terus diaduk sampai mengental (kira-kira kekentalannya sampai kayak bubur sumsum).

Bumbui dengan merica, pala, garam dan GULA. Kalau mau sedikit ditambahkan kaldu instan sapi juga gpp. Tapi saya nggak mau, ntar ragout saya rasa Royco. Ogah ah.

Kalau sudah kental, bisa masukkan irisan daun bawang besar + seledri cincang. Aduk-aduk sampai matang dan kekentalan adonannya pas.

Udah deh, ready!

Oya, isian untuk ragout ini terserah ya. Aku menambahkan putih telur rebus (nemu di pasar) dan sosis sapi Bernardi. Tentu penambahan sosis sapi ini membuat bertambah nikmat. Eh, apalagi kalau ditambah daging asap. Bisa pingsan deh saking enaknya.

So, pembuatan ragout SUKSES besar. No doubt. Enak banget!






Selesaikah tugasku sampai di sini? Oh tentu tidak, karena akan ada tahapan yang lebih sulit yaitu membuat kulit!

Aku sempat galau. Karena aku punya dua ukuran wajan. Satu 20 cm, dan satu 12 cm. Kalo 20 cm kebesaran, sehingga aku memutuskan untuk memakai ukuran 12 cm. Ternyata, keputusanku SALAH BESAR!!

Ternyata, kalau ukuran 12 cm bikin aku kesulitan melipat resolesnya. Bayangkan, ragoutnya mbleber ke mana-mana dan jari jemariku yang segede pisang kepok ini tak bisa trampil melipat. Dalam hati, aku misuh-misuh sendiri pada diriku. Why I'm so stupid? Bukannya sempet mikir mau pakai 20 cm?

Ah tapi sisi positifnya adalah, kulit resoles buatanku SEMPURNA!
Sempurna artinya, tipis, tapi tidak mudah robek.

Sekali lagi, takaran bahannya pun kira-kira. Huehehehehe.
2 butir telur +/- 200 gram terigu, kasi susu cair (sisa UHT yang dibuat ragout tadi, kira2 50ml-an), dan air. Aduk (atau kalo mau gampang, blender biar nggak mringkil).

Aduk sampai rata dan halus adonannya (siap dadar). Pokoknya kira-kira deh :p

Lalu, dadar satu per satu di teflon. Lihat, bagus kan?


Setelah itu, proses melipat benar-benar membuatku berkeringat dingin. Aku tak berkutik, tak berani memberi isi ragout yang banyak. Dan, celakanya lagi, tepung panir yang kubeli ternyata adalah tepung panir untuk TEMPURA! Hoaa, ternyata beda ya? Pantesan kok buesar-buesar butirannya.

Jadi, setelah dilipat, maka si resoles ragout ini dicelup ke kocokan telur dan digulingkan di atas tepung panir.





Lihat kan? Sudah ada tanda-tanda kekempisan dan kekosongan rongga di dalam resoles itu kan? Hoaa, hoaaa. Trus, lihat deh panirnya yang gede-gede itu.

Tapi apa mau dikata, the show must go on!



 Dan akhirnya, tralalalala! Kalau ibarat tulisan, resoles ragout yang kubikin ini adalah tulisan yang amat bagus, tapi EYD nya kacau berantakan! Maklum, tulisan seorang pemula yang penuh semangat, namun belum terampil mengeksekusi ^^


Resoles ragoutnya agak kurus dan kempis ya? Hehehe. Tapi Edgard bilang, rasanya enaaaak sekali dan dia makan bolak balik.

Tapi terus terang, aku masih penasaran. Masa sih aku bego banget nggak bisa bikin bentuk yang lebih cantik?
Ragoutnya kan masih sisa separuh mangkuk. Masih bisa kuolah, kan?

Namun, sisi lain dari diriku mengatakan. Untuk apa? Kan, Edgard bilang ragoutnya dimakan gitu aja dah enak. Nggak usah digulung-gulung juga gapapa (kata Edgard).

Lalu timbul ide, olesin aja ke roti tawar, lalu panggang. Beres.

Tapi oh tapi, naluri kewanitaan dalam diriku tertantang. Hihihi, masa sih aku menyerah?

Maka, keesokan harinya aku bikin dadar lagi dengan teflon 20 cm!
Dan, seorang teman memberitahuku cara membuat panir sendiri yang praktis. Potong aja kulit roti tawar (kebetulan, Gerald nggak suka kulit roti tawar, jadi kami selalu membuangnya).

Kulit roti tawar itu aku potong kecil-kecil dan aku panaskan di teflon sampe kering. Lalu, masukkan blender. Wusss wuss wuss, jadilah tepung panir.

Aih, bego banget ya aku. Kenapa nggak dari kemarin? Panir yang ini begitu sempurna. Halus seperti pasir pantai Panjang ^^

Dan, lihat betapa gemuknya resolesku yang ke-2. Gemuk dong, karena kulitnya lebar sehingga aku bisa memasukkan ragout sebanyak yang kuinginkan :))


Taraaaa! Ternyata benar. Practice makes better ^^

Resoles ragout ku gemuk, full of ragout yang enak, kulit yang pas, dan butiran tepung panir yang lembut. Alamak. Boleh dong aku memuji-muji diriku sendiri, hahaha. Norak? Memang sih.


Nah, dari kisah pembuatan resoles ragout ini, aku jadi belajar sesuatu. Bahwa, sebenarnya kalau kita mau, kita bisa kok.

Yang penting apa sih? NIAT. Kalau aku sudah NIAT, maka badai topan menghalang pun akan kujabanin.

Sebaliknya, kalau nggak niat, ya malas.

Makanya, jangan paksa aku untuk memasak. Jangan paksa aku untuk berdandan. Jangan paksa aku untuk menjahit. Karena, aku tipe orang yang semakin dipaksa dan disindir, maka semakin mogoklah diriku.

Tapi kalau diriku sendiri sedang NIAT (yang entah berapa tahun sekali munculnya), maka aku akan menerabas dengan gagah berani dan menghasilkan karya yang sempurna paripurna maha dahsyat dan hebat.

Halah, baru bisa membuat resoles ragout aja kok hebohnya minta ampun?

Biarin dong. Buat perempuan yang nggak biasa masak, ini rekor lho. Enelan!