Apa kamu ingin menulis cerita anak-anak dengan muatan pesan moral?
Apa kamu galau, karena cerita yang kamu tulis jadi membosankan dan menggurui?
Baca saja contoh cerita ini, dan kamu pasti bisa membuat cerita yang tidak menggurui :)
Cerita ini aku ambil dari bukuku, "40 Hadits + Cerita Asyik"
Gosip Korupsi
Tias dan Nora sama-sama bersekolah di SD Sinar Jaya. Rumah
mereka pun berdekatan, rumah Tias hanya berjarak lima rumah dari rumah Nora.
Yang membedakan mereka adalah, Tias berasal dari keluarga sederhana, sedangkan
Nora berasal dari keluarga kaya raya. Rumah Nora besar sekali, pagarnya tinggi,
halamannya dipenuhi dengan bunga-bunga yang indah. Nora juga punya beberapa
mobil yang selalu siap mengantarnya ke sekolah. Meski demikian, Nora tak pernah
mengajak Tias untuk menumpang padanya. Kadang Tias kesal, “Nora sombong
sekali,”demikian pikirnya.
Suatu hari di musim hujan, Tias sedang berjalan menuju ke
sekolahnya. Tiba-tiba,ceprooottt……air hujan bercampur tanah mengenai dirinya.
Tias menoleh, wusss….ternyata mobil Nora yang lewat. Tias sungguh kesal, dalam
hati Tias berkata,”Awas kau, suatu saat akan kubalas perbuatanmu ini!”
Sesampainya di sekolah, Tias bercerita tentang kejadian itu
pada Leli teman sebangkunya. “Ah, aku sih tak heran. Ia memang anak yang
sombong,”kata Leli. “Sudahlah, kan masih banyak teman yang lain. Kita tak usah
memikirkan Nora, biarkan saja..”ujar Leli lagi. Tias mengangguk membenarkan
ucapan Leli itu.
“Hah? Korupsi?”kata Tias bingung. Ibunya menempelkan jari di
bibirnya,”Ssstt….jangan ribut. Masih diduga, belum terbukti,”kata ibu. Siang
itu, Tias melihat rumah Nora ramai didatangi beberapa orang berseragam. Kata
ibunya, ayah Nora diduga melakukan korupsi. Orang-orang berseragam itu datang
menjemput ayah Nora untuk dimintai keterangan lebih lanjut. “Wah, gosip empuk
nih,”pikir Tias sambil tersenyum. “Pantas kaya, korupsi sih,”pikirnya lagi. Ibu
melotot melihat senyum Tias,”Ingat Tias…jangan bergosip! Semuanya masih dugaan
dan belum terbukti. Jaga mulutmu ya,” pesan ibu. Tias mengangguk, namun
demikian ia punya rencana lain. Ia akan bercerita pada Leli dan semua teman
sekolahnya.
Sore itu, seperti biasa Tias pergi mengaji di mushola dekat
rumahnya. Saat melewati rumah Nora, ia
berhenti sebentar,”Alangkah bagusnya rumah ini, sayang dibeli dari hasil
korupsi,”pikirnya. Olala, Tias lupa pesan ibunya. Bukankah ibu sudah berpesan
bahwa itu semua masih dugaan?
Di mushola, ternyata banyak anak yang sudah membicarakan
ayah Nora. Reaksi mereka beragam, ada yang merasa kasihan, ada yang mencibir,
dan ada pula yang tak perduli. Ustadz Syafiq yang mendengar obrolan anak-anak
menegur,”Astaghfirullaahal’adzim..hentikan pembicaraan
kalian. Sungguh, tak baik membicarakan keburukan orang lain. Bisa-bisa menjadi
fitnah!”
Anak-anak pun terdiam. Dalam
hati, Tias bertanya,”Kenapa fitnah? Bukankah hal itu benar?” Sepertinya Ustadz
Syafiq mengetahui isi pikiran Tias,”Jikapun berita itu ternyata benar, sebagai
sesama muslim kita tak boleh saling menjelekkan. Kalian tak ingin dimurkai
Allah kan?”kata beliau lagi.
Mendengar ucapan Ustadz Syafiq,
Tias pun bimbang. Meski ia ingin sekali menyebarkan berita itu untuk membalas
rasa sakit hatinya, tapi ia tak ingin menjadi anak yang dimurkai Allah. Ia
ingin menjadi anak yang sholeha dan dicintai Allah. ”Ah, sudahlah. Buat apa
membalas dendam? Kudoakan saja supaya suatu saat Nora tak sombong
lagi,”pikirnya. Hatinya pun terasa ringan.
Beberapa hari kemudian, Tias
sedang berjalan ke sekolah ketika tiba-tiba mobil Nora menghampirinya. ”Tias,
ayo naik,”kata Nora. Tias tak sempat
menjawab, Nora langsung menarik tangannya masuk ke dalam mobil.
”Tias, aku ingin berterima
kasih padamu,”kata Nora. ”Hey, untuk apa? Aku tak melakukan apapun
padamu,”jawab Tias bingung. Nora menghela nafas,”Kau pasti telah mendengar
cerita tentang ayahku bukan?”tanyanya. Tias mengangguk,”Ya, kudengar ayahmu
diduga melakukan korupsi. Tapi itu semua masih dugaan kan? Belum tentu
benar,”jawab Tias. ”Betul, justru itulah yang membuatku berterima kasih padamu.
Jujur saja, aku takut sekali jika kau menyebarkan berita tentang ayahku itu ke
semua teman sekolah kita. Kau bisa bayangkan, betapa malunya aku? Beberapa hari
ini aku stress memikirkannya, tapi ternyata tak ada teman sekolah kita yang
tahu,”jawab Nora panjang lebar.
Tias tersenyum,”Nora, aku
tak mau bergosip. Apalagi terhadap temanku sendiri. Kudoakan semoga masalah
ayahmu cepat selesai ya?”katanya. Nora mengangguk,”Maafkan semua ketidak
ramahanku selama ini ya. Kau sungguh teman yang baik,”
Pagi itu, Tias dan Nora
mengobrol tentang banyak hal. Ternyata Nora tak sesombong yang Tias kira, namun
yang terpenting, Tias telah menjadi muslim sejati hari itu. Muslim yang selalu
menjaga perkataannya supaya tak menyakiti muslim yang lain.
"Muslim
sejati adalah orang yang membuat muslim lainnya selamat dari keburukan" (HR Bukhari)
Makasih Bu Dian, nice sharing... God bless you as always...
BalasHapusSama-sama ^^ GBU too
HapusTerima kasih banyak Mbak Dian :)
BalasHapus(Aulia )
Makasih Lia
HapusWaahhh, mksh sharingnyaaa
BalasHapusSama-sama ^^
HapusBagus mba dian.. nggak seperti baca ceramah ustad. He he. Tirza Inzaaliza
BalasHapusMakasih Kak Tirza. Iya, kasian anak-anak kalo di keseharian udah sering dinasihati, lalu saat baca buku eh masih dinasihati juga.
HapusMakasih sharingnya mba Dian
BalasHapusSharing yang memberi inspirasi saya buat terus belajar menulis. terima kasih mbak Dian.
BalasHapusKeren banget, Mb...saya juga pernah niat bikin buku cerita anak2 saya sendiri yg bersumber dr Al-Qur'an (daripada beli, mahal hehe...tapi saya rasa-rasa terlalu monoton. Saking monotonnya, saya sampai malas melanjutkan hehehe
BalasHapusakhirnya sampai anak saya umur 3,5 tahun bukunya ga jadi jadi xixixi
cerita ini sangat memberi inspirasi, Mb...terimakasih ^^