Kamis, 21 Desember 2017

Untuk kamu, yang (tidak) mencintai ibumu ...

Jika kamu bertanya padaku, cintakah aku pada ibuku?
Tolong jelaskan padaku. Cinta itu seperti apa?

Jika yang kamu maksud adalah, rajin memeluk dan mencium, maka aku tidak mencintai ibuku.
Jika yang kamu maksud adalah, berbincang dengan lembut, dan tidak pernah membantah, maka aku tidak mencintai ibuku.

Namun, jika yang kamu maksud adalah, menjadi anak yang tidak menyusahkan, bahkan membanggakan, maka ya. Aku mencintai ibuku.
Atau, menjadi anak yang memastikan ibunya tidak kekurangan uang, makanan, dan kesenangannya, maka ya aku mencintai ibuku.
Juga menjadi anak yang mendengarkan segala curahan hatinya, dan ikut mendukungnya meski kadang ya menghakimi sambil tertawa-tawa. Ya, aku mencintai ibuku.

Cinta itu kadang tak kasat mata.
Kamu bisa melihat seseorang, dan menuduhnya tidak mencintai ibunya. Padahal, dia cinta.

Sama halnya jika kamu melihat ibuku.
Menikah di usia muda, sehingga pada usia 27 beliau sudah memiliki 6 anak.
Dengan kondisi ekonomi yang kembang kempis, maka teriakan penuh amarah mewarnai hari-hari kami.
Tapi, apakah berarti dia tidak mencintai kami?
Cinta kok dinyatakan dengan bentakan dan (kadang) pukulan.

Yakinlah. Dia mencintai kami.
Meski ada saja kelakuan anaknya yang menyusahkan, dia selalu membela di hadapan orang lain.
Ada yang berani memukul atau mengolok kami? Bersiaplah berhadapan dengannya :)
Beliau bekerja apa saja, untuk bisa membelikan kami pakaian, dan membayar SPP.
Membuat enting-enting, menggoreng widaran, membuat bolu karamel, panekuk, dan menggoreng kerupuk rambak (sampai di akhir hidupnya dia masih menggoreng kerupuk rambak), semua beliau lakukan.

Meski hidup begitu keras, dengan berbagai drama rumah tangga ala jaman old, beliau bisa menghadapinya.
Ibuku bukanlah ibu yang lemah lembut.
Ibuku bukanlah ibu yang suka memeluk dan mencium anak-anaknya.
Namun, ibuku adalah ibu yang siap mati 100% membela keluarganya.
Dia tak pernah takut pada siapapun, meski itu setan atau jendral.
Jangan berani mengusik kami, jika kamu tak mau berhadapan dengan ibuku.


Untukmu, yang masih memiliki ibu ...
Aku yakin kamu mencintai ibumu.
Mungkin kamu seperti aku. Tidak bisa memeluk, tidak bisa mencium, tapi yakinlah ... kamu sayang pada ibumu.
Tidak semua orang bisa mengekspresikan cinta dengan bahasa tubuh, kan? Termasuk ibuku. Kupikir, aku menuruni sifatnya untuk hal itu.

Untukmu, yang sering jengkel dan marah pada ibumu.
Ingatlah, berapa sih sisa usia beliau?
Secara matematika, tidak lama lagi, kan?
Jangan sampai kamu menjadi sepertiku. Meremehkan dan menganggap ibuku seperti highlander yang tak akan pernah meninggalkan dunia ini.
Begitu terjadi ... BLAR!
Tak bisa diulang.
Jangan sampai menyesal.

** Sidoarjo, 22 Desember 2017**
Ditulis dengan penuh air mata berlinang.
Renungan di hari ibu, meski aku tak pernah merayakan hari ibu. Aku tak pernah mengucapkan selamat hari ibu pada ibuku, dan anak-anakku pun tak pernah mengucapkannya padaku.





10 komentar:

  1. Terimakasih pengingatnya mbak...
    semoga Ibunda Mbak Dian mendapat tempat yang baik di sisiNYA. aamiin.

    BalasHapus
  2. Kalau mengutip syair lagu dangdut yang sering dinyanyiin sama Bapak, "Kalau sudah tiada, baru terasa.. Bahwa kehadirannya sungguh berharga.."

    Since I lost my mother nine years ago, i never celebrate mother's day. Tapi kalau bisa mengulang lagi, saya ingin merayakannya meski hanya sekali. 😭😭😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku inget cerita tetanggaku yang suaminya sakit. Suatu pagi, tetanggaku menyapu rumah, dan tak sengaja/tanpa maksud, bibirnya bersenandung lagu itu. Besoknya, suaminya meninggal :(

      Iya, aku juga ga pernah ngucapin/ngrayain hari Ibu, andai saja waktu bisa diulang ya.

      Hapus
  3. Dan aku pernah sampai ke titik BLAR itu. Kangen ibuk 😭😭😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak hal yang aku tunda, dengan pemikiran ah nanti saja. ternyata ... BLAR

      Hapus
  4. Cinta bukan kadang tak kasat mata Mbak. Cinta memang tak kasat mata. Sukaa tulisannya Mbak. Semoga ibunda dirahmati Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamin aamin, semoga kita semua dirahmati Allah. Makasih ya Mbak

      Hapus
  5. Makasih Mbak, tulisan ini bener-bener nampar aku. Mungkin aku harus menulis semua kenangan manis tentang ibu (juga ayah) untuk membuatku sadar saat beliau terkadang overparenting dan membuatku sering nggak nyaman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tulis aja karena menulis itu menenangkan :)

      Hapus

Happy blogwalking, my dear friends ^^